bekajar besama

bekajar besama

Kamis, 31 Maret 2011

KONSEP HATI (QALB, FUAD, dan SHADR)


Tugas Mata Kuliah Nusus Qur’aniyah dengan Dosen Pengampu Dr. Syamsul Hidayat, M. Ag.


Disusun Oleh:

Tri Yuliana Wijayanti

(H 000 070 013)


JURUSAN USHULUDDIN

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2011

Asal kata qalb bermakna membalikkan, memalingkan, atau menjadikan yang di atas ke bawah yang di di dalam keluar. Qalbu dalam bentuk masdar atau kata benda mengandung arti lubuk hati, akal, kekuatan, semangat, dan keberanian.

Pengertian qalb di sini adalah dalam makna rohaniyah dan ia tidak dilihat dengan mata kepala, kecuali dengan penglihatan batiniyah (mukasyafah). Ia merupakan tempat menerima perasaan kasih sayang, pengajaran, pengetahuan, berita, ketakutan, keimanan, keislaman, keihsanan, dan ketauhidan.

Arti lubuk hati dalam Al-Qur’an, Allah menggunakan tiga macam kata, yaitu:

  1. Al-Qalb: artinya lubuk hati yang masih bolak-balik dan belum mantap dalam memutuskan suatu keyakinan dan kekuatan untuk menerima berita antara yang hak dan batil.

$oYù=yèy_ur Îû É>qè=è% šúïÏ%©!$# çnqãèt7¨?$# Zpsùù&u ZpuH÷quur

Dan kami jadikan dalam lubuk hati orang-orang yang mengikutinya (Nabi Isa as) rasa santun dan kasih sayang” (QS Al-Hadid: 27).

¨bÎ) Îû y7ÏsŒ 3tò2Ï%s! `yJÏ9 tb%x. ¼çms9 ë=ù=s% ÷rr& s+ø9r& yìôJ¡¡9$# uqèdur ÓÎgx©

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya” (QS Qaf: 37).

  1. Ash Shadr, asal katanya adalah kejadian, kembali, permulaan dari segala sesuatu, kukuh hati, dan dada.

`yJsùr& yyuŽŸ° ª!$# ¼çnuô|¹ Én=óM~Ï9 uqßgsù 4n?tã 9qçR `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4 ×

Maka apakah orang-orang yang Allah telah lapangkan dadanya kepada Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya” (QS. Az Zumar: 22).

$oYôãttRur $tB Îû NÏdÍrßß¹ ô`ÏiB @e@Ïî $ºuq÷zÎ) 4n?tã 9ãß tû,Î#Î7»s)tGB

Dan Kami telah mencabut apa yang terdapat dalam dada mereka dari perasaan dendam/iri, sehingga mereka dapat merasakan persaudaraan duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan” (QS. Al-Hijr: 47).

  1. Al-Fuad, arti asalnya kematian, ketetapan, manfaat, dan hasil.

$tB z>xx. ߊ#xsàÿø9$# $tB #r&u

Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya” (QS An Najm: 11).

¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS Al-Isra: 36).

Ketiga macam kata yang sering dipergunakan di dalam Al-Qur’an secara umum mempunyai fungsi yang sama, yakni ia sebagai wadah dan media Allah di dalam menampakkan ayat-ayat-Nya berupa gambaran dan pemandangan batin yang mengandung isyarat, pelajaran yang tinggi sangat bermakna, dan penuh dengan hikmah-hikmah; ia sebagai wadah terbitnya firasat-firasat berupa suara dan bisikan ketuhanan yang mengandung perintah dan larangan, esensi kemanfaatan, dan kemudaratan, esensi keimanan dan kefasikan, esensi ketauhidan dan kesyirikan; ia sebagai wadah lahirnya rasa cinta dan kerinduan, rasa sedih dan gembira, rasa keinsanan dan ketuhanan.

Orang-orang ahli makrifat (’irfan) atau para kaum shufi sering membedakan dari ketiganya. Apabila hati belum mantap dalam menerima cahaya keimanan, keislaman, keihsanan, dan ketauhidan, maka ia dinamakan dengan ’qalb”, tetapi apabila ia telah sadar untuk menerima keempat hal itu dinamakan dengan ’shadr’ dan apabila telah kokoh kesadarannya maka ia dinamakan dengan ’fuad. Oleh karenanya Rasulullah saw sering berdoa ”Ya Allah yang maha membolak-balikan hati, mantapkanlah hatiku kepada-Mu”.

óOs9r& ÷yuŽô³nS y7s9 x8uô|¹

Bukankah kami Telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS Alam Nasyrah: 1).

$tB z>xx. ߊ#xsàÿø9$# $tB #r&u

Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya” (QS An Najm: 11).

Allah Ta’ala telah mencela bahkan menghukum manusia dan jin yang mereka tidak mengembangkan potensi qalb Ilahiyah-nya, bahkan Dia memasukkan mereka ke dalam neraka.

ôs)s9ur $tRù&usŒ zO¨YygyfÏ9 #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ( öNçlm; Ò>qè=è% žw šcqßgs)øÿtƒ $pkÍ5

Dan sesungguhnya Kami telah jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat ayat-ayat Kami (tanda-tanda kekuasaan Allah) (QS Al-A’raf: 179).

óOn=sùr& (#r玍šo Îû ÇÚöF{$# tbqä3tGsù öNçlm; Ò>qè=è% tbqè=É)÷ètƒ !$pkÍ5 ÷rr& ×b#sŒ#uä tbqãèyJó¡o $pkÍ5 ( $pk¨XÎ*sù Ÿw yJ÷ès? ㍻|Áö/F{$# `Ås9ur yJ÷ès? Ü>qè=à)ø9$# ÓÉL©9$# Îû ÍrߐÁ9$#

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada” (QS Al-Hajj: 46).


Daftar Pustaka


Bakran Adz-Dzaky, Hamdani. 2004. Konseling dan Psikoterapi Islam: Penerapan Metode Sufistik. Yogyakarta: Fajar Pustaka.


Quraish Shihab, Muhammad. 2002a. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur’an Vol 7. Jakarta: Lentera Hati.

­­

_______. 2002. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur’an vol 12. Jakarta: Lentera Hati.


_______. 2003a. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur’an vol 13. Jakarta: Lentera Hati.


­_______. 2003. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur’an vol 14. Jakarta: Lentera Hati.


TEOLOGI KATOLIK – ROMA

TEOLOGI KATOLIK ROMA


Makalah ini untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Perkembangan Teologi Kristen Modern (PTKM)

Dosen Pengampu: Drs. Darojat. A, M.Ag.


Disarikan dari Buku PTKM karya: Drs. Darojat Ariyanto, M. Ag










Oleh:











Presented by:


Ali Ardianto H 000 080 006









USHULUDDIN

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2011

1. John Henry Newman

  1. Riwayat Hidup dan Pemikiran Teologinya

John Henry Newman lahir pada tahun 1801 dari keluarga anggota kelompok Evangelikal. Pada umur 15 tahun ia terpengaruh secara mendalam oleh tulisan-tulisan Calvinis. Ia belajar di Oxford dan pada tahun 1882 menjadi dosen di Oriel College. Di sini keyakinan Evangelikal Newman goncang. Pada awalnya ia terbawa-bawa ke liberalisme. Kemudian ia mengalami dorongan kuat dari John Keble ke arah yang berlainan. Keble menarik perhatiannya kepada Bapa-bapa gereja purba dan ini menyebabkan pemikirannya membias ke arah “katolik.”

Pada tahun 1883 John Keble mengutarakan khotbahnya yang terkenal tentang Kemurtadan Nasional, dan ini biasanya dilihat sebagai saat pengorbitan Gerakan Oxford. Ironisnya, mengingat perkembangan selanjutnya, alasan pengorbitannya adalah ancaman bagi Gereja Inggris disebabkan oleh perundangan Emansipasi Katolik tahun 1829 (yang memberikan kebebasan politik yang lebih besar pada orang Katolik Roma) dan rencana untuk melemahkan posisi Gereja Inggris di Irlandia (yang Katolik Roma). Prinsip positif dari gerakan tersebut mencakup kepercayaan sebagai berikut: episkopat sebagai cara pemerintahan gereja yang ditunjuk oleh Allah dan ajaran pergantian rasuli (artinya uskup-uskup berada pada garis suksesi rasul-rasul secara langsung dan mewarisi wewenang para rasul; hak gereja untuk memerintah dirinya sendiri tanpa campur tangan oleh Negara; pentingnya sakramen-sakramen –termasuk ajaran tentang kelahiran kembali melalui baptisan, kehadiran nyata (dari tubuh dan darah Kristus dalam Perjamuan Kudus) dan Perjamuan Kudus sebagai korban kepada Allah. Dalam banyak hal Gerakan Oxford merupakan penegasan kembali dari beberapa pandangan tradisional Gereja Anglikan tinggi. Tetapi para pendirinya menambahkan unsur yang radikal baru dengan berpaling kembali pada gereja purba melawan Reformasi Protestan. Di antara mereka ada yang sangat bermusuhan dengan para reformator. (Penentang mereka di Oxford mendapat gagasan yang cemerlang untuk mendirikan tugu peringatan yang dibiayai dari hasil pengumpulan dana umum, bagi uskup-uskup Cranmer, Latimer dan Ridley yang dulu mati syahid. Dengan cara demikian mereka memaksa para pemimpin gerakan Oxford untuk menyatakan pendiriannya secara terbuka).

Beberapa pandangan tersebut diuraikan dalam suatu terbitan dengan judul Traktat-traktat untuk Zaman, yang dimulai tahun 1833. Akibatnya, para pengikut mereka disebut “Traktarian.” Nada yang anti-Protestan banyak menyinggung perasaan. Pada tingkat ini Newman bersama yang lain berpendapat bahwa posisi Gereja Inggris adalah di antara Protestanisme di satu pihak dan Gereja Katolik-Roma di lain pihak. Ia masih berpegang pada kepercayaan tradisional bahwa Paus adalah Antikristus. Gereja purba dilihatnya sebagai zaman keemasan dan mereka ingin ke keadaan zaman tersebut dalam usaha untuk mencari iman Katolik murni yang belum tercemar oleh Roma Abad Pertengahan. Iman Katolik dapat dikenal oleh prinsip yang diucapkan oleh Vincentius dari Lerins (permulaaan abad ke-5): “kami berpegang pada apa yang dipercayai di segala tempat, sepanjang zaman dan oleh semua orang (dalam lingkungan Gereja Katolik).” Pada tahun 1841 Newman menulis Traktat Nr. 90. Di dalamnya ia menunjukkan bahwa Tiga Puluh Sembilan Pasal cocok dengan ajaran Konsili Trente. Pasal-pasal tersebut ingin sekali memberi penjelasan yang bersifat Protestan, tetapi cukup terbuka bagi penjelasan Katolik. Traktat tersebut menimbulkan heboh dan mengakibatkan beberapa terbitan dihentikan. Salah satu tokoh terkemuka mengatakan ia tidak bisa mempercayai Newman lagi.

Newman kecewa pada beberapa tindakan para uskup pada waktu itu. Mereka mengambil beberapa keputusan yang memperlihatkan bahwa melawan beberapa pernyataan Traktarian, bagaimanapun Gereja Inggris adalah Greja Protestan. Newman kehilangan kepercayaan terhadap Gereja Inggris dan lama kelamaan tidak melibatkan diri lagi. Ia meninggalkan Oxford dan mengundurkan diri ke Littlemore dan hidup seperti dalam biara. Secara intuitif ia menyimpulkan bahwa bagaimanapun Roma merupakan Gereja Katolik sejati. Tetapi walaupun hatinya terpikat, akal sehatnya mengetahui bahwa masih banyak hal yang berbeda antara Roma dan gereja purba. Bagaimana merujukkan antara akal dan hati? Berangsur-angsur ia melihat jawabannya dalam konsep tentang perkembangan doktrin. Hal ini dibahas dalam karya terkenalnya Esai mengenai Perkembangan Doktrin Kristen, ditulis ketika ia masih menjadi anggota gereja Anglikan untuk membela petobatannya kepada Gereja Katolik-Roma. Esai tersebut diterbitkan tanpa perubahan sesudah pertobatannya pada tahun 1845, dengan catatan bahwa ia menyerahkan karyanya untuk dinilai gereja.

Newman mulai dengan menyatakan bahwa “apapun bentuk Kekristenan yang historis, tetapi ia bukan bentuk Protestantisme. Kalau ada yang disebut kebenaran yang tepat, inilah dia,” dan pihak Protestan mengetahui ini. Mereka lebih suka melupakan abad pertengahan dan mereka juga tidak terlalu senang dengan gereja purba. Namun Newman sebagai sejarawan yang baik harus mengakui bahwa Gereja Katolik-Roma tidak identik dengan gereja purba. Tetapi ada persamaan hakiki antara Gereja Katolik Purba dengan Gereja Katolik-Roma modern. Ia menyatakan bahwa seandainya Santo Athanasius atau Santo Ambrosius tiba-tiba hidup kembali, tidak diragukan lagi aliran mana yang akan mereka anggap sebagai aliran mereka sendiri. Semua orang pasti setuju, meskipun ada perbedaan dan protes, Bapa-bapa gereja ini pasti akan lebih akrab dengan orang-orang seperti Santo Bernardus, Santo Ignatius dari Loyola, atau dengan imam yang hidup sendirian di tempat tinggalnya, atau dengan suster yang berbelas kasihan dan suci, atau dengan orang-orang buta huruf di depan altar, dari pada dengan penguasa-penguasa atau anggota-anggota persekutuan agama manapun.

Setelah Newman membuktikan bahwa Gereja Katolik- Roma paling mendekati gereja purba, ia merasa perlu untuk menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi. Ia tidak menerima pendapat tradisioanal Gereja Katolik-Roma yang menyatakan bahwa gereja tersebut selalu sama dan tidak pernah berubah, sebagaimana pernyataan paus Ineffbilis Deus. Sebaliknya Newman dengan tanpa mengenyampingkan sejarah membenarkan adanya perubahan dalam Gereja Katolik-Roma. Perubahan datang karena doktrin berkembang. Perkembangan doktrin seperti itu tak terelakkan. Sebab gereja berkembang dalam pengertian sepanjang masa, susunan ajaran Alkitab yang kurang sistematis harus ditata dan disusun kembali; ada keharusan untuk menanggapi ajaran palsu; zaman baru menimbulkan pertanyaan baru dan memerlukan jawaban baru. Perubahan dan perkembangan merupakan hal yang tak terelakkan. Tetapi tidak semua perubahan dan perkembangan sehat, ada yang seperti tumbuhnya kanker. Hal itu harus diuji.

Menurut Newman ada tujuh cara untuk menguji perkembangan doktrin. Ini mencakup kesinambungan prinsip dasar sepanjang perkembangan, urutan yang logis dari satu doktrin ke doktrin yang lain, dan pengujian oleh waktu. Ia memakai semua ujian ini untuk membela perkembangan doktrin katolik-Roma. Tetapi ia tidak bermaksud bahwa ujian itu sendiri mencukupi, sehingga individu atau seorang peneliti, dapat memakainya sendiri untuk membedakan antara pandangan yang sejati dan yang palsu. Tanpa penuntun demikian gereja bagaikan makan buah si malakama. Apakah gereja mempertahankan kesatuan organisasi dengan mengorbankan kesatuan doktrin (yang membawa kepada gereja yang berwawasan luas seperti Gereja Inggris dewasa ini), atau gereja mempertahankan kesatuan doktrin dengan mengorbankan kesatuan organisasi (dengan akibat masing-masing gereja bidat kecil menyatakan memiliki kemurnian doktrin). Penuntun yang tidak mungkin salah memberikan kemampuan untuk mengkombinasikan kesatuan organisasi dengan kesatuan doktrin. Tetapi di mana orang-orang Kristen mendapatka penuntun seperti itu? Menurut Newman hanya ada satu calon yang dapat diandalkan. Hanya Gereja Katolik- Roma berhasil mengkombinasikan keunggulan dan kelestarian. Doktrin Roma memiliki sifat konsisten yang oleh lawan-lawannya dianggap lebih dari manusiawi, tetapi tidak mau mengakui bahwa ia adalah ilahi, artinya banyak melihatnya sebagai pekerjaan setan.

Newman mengajukan argumentasi yang kuat sehingga tidak mengherankan bahwa teman-teman anggota Traktarian menganggapnya sangat meyakinkan. Namun ada beberapa kelemahan dalam pemikiran Newman. Pertama, mudah saja menjelaskan bagaimana doktrin-doktrin tersebut berkembang (dan ini dilakukan dengan sangat tangkas oleh Newman). Tetapi lain lagi soalnya kalau harus membenarkan perkembangannya. Menurut Newman, misalnya pandangan bahwa orang Kristen perlu menawarkan pemuasan kepada Allah untuk dosa-dosa yang dilakukan sesudah dibaptis (ini terdapat dalam ajaran Tertullianus dan Cyprianus) dengan sendirinya membawa kepada gagasan-gagasan Roma tentang penyesalan, amal, surat penghapusan siksa, api penyucian dan misa untuk orang mati. Perkembangannya memang ada, tetapi apakah itu berarti kebenaranlah yang makin berkembang atau malahan kerusakan yang makin parah setahap-demi setahap, yang berakibat dari kesalahan awal mengenai pengampunan dosa sesudah baptisan? Kedua, Newman begitu saja mengenyampingkan Gereja Ortodoks Timur tanpa mempertimbangkan pernyataan-pernyataan mereka dengan baik. Ia berbicara tentang gereja Barat yang tak mungkin salah. Kalau harus ada penuntun yang tidak mungkin salah mengapa itu harus berupa Gereja Katolik Barat dan bukan Gereja Katolik Timur? Dalam beberapa hal konsep mengenai wewenang versi Ortodoks Timur dapat dikatakan lebih tua dari pada sistem kepausan yang baru berkembang pada masa sesudahnya.

Kesan pertama, bahwa pembelaan Newman mengenai gereja yang tidak mungkin salah dapat diandalkan. Ia memberikan beberapa alasan bagus mengapa orang-orang Kristen membutuhkannya. Namun ada juga alasan yang bagus mengapa gereja semacam itu tidak diperlukan. Sekali gereja dibiarkan menjadi penafsir Alkitab yang tidak mungkin salah, maka Alkitab sudah kehilangan wibawanya. Sekali gereja sudah mengeluarkan pendapatnya mengenai pokok tertentu, Alkitab tidak lagi dibolehkan berkata melawannya. Orang Kristen membaca Perjanjaian Lama dengan kaca mata Perjanjian Baru. Satu kata saja yang jelas dalam Perjanjian Baru, yang mengatakan semua makanan itu halal (Mrk. 7: 19), sudah cukup untuk membatalkan semua hukum Perjanjian Lama mengenai makanan. Penerimaan dari Perjanjian Baru tersebut membuat wibawa Perjanjian Lama sangat relative, sebab Perjanjian Baru mengajar orang Kristen membacanya menurut cara Kristen. Newman sendiri mengakui bahwa hubungan antara Alkitab dengan ajaran gereja kurang lebih sama dengan hubungan antara Perjanjian Baru dengan Perjanjian Lama. Tetapi kalau penyataan Allah dalam Anak-Nya Yesus Kristus yang unik itu membenarkan orang-orang Kristen memberi status demikian kepada Perjanjian Baru, apa gerangan faktor baru sehingga gereja dibolehkan memuat hal yang serupa dengan menisbikan Perjanjian Baru? Arti paus bagi Yesus Kristus tidak sama seperti arti Yesus bagi agama Yahudi.

Demikian juga penyelidikan terhadap beberapa dogma yang tidak dapat diubah, karena telah diumumkan oleh gereja yang tidak mungkin salah –seperti pembuahan Bunda Maria dalam kandungan ibunya yang terjadi secara tidak bernoda dan pengangkatannya ke surga (sebagaimana dirumuskan dalam Ineffabilis Deus dan Munificentissimus Deus)- menunjukkan bahwa harga yang harus dibayar untuk mempertahankan kesatuan doktrin terlalu tinggi. Dogma-dogma seperti itu memperlihatkan perlunya semua doktrin diuji menurut Alkitab, meskipun ini akan mengakibatkan berbagai tafsiran.

Beberapa pemikiran Newman diterima dingin oleh Gereja Katolik-Roma abad ke-19, yang kaku dogmatis. Justru temannya bekas kelompok Evangelikal, Henry Manning, yang menjadi Kardinal Uskup Agung Westminster ( meskipun Newman akhirnya juga diangkat sebagai kardinal pada tahun 1879). Watak Manning berbeda dengan Newman. Menurut Manning , “naik banding kepada sejarah adalah sesat dan pengkhianatan.” Tetapi giliran Newman akan datang. Kalau Konsili Vatikan Pertama, yang merumuskan paus tidak mungkin salah , dapat dikatakan konsili Manning, maka Konsili Vatikan Kedua, yang membenarkan perkembangan doktrin, dapat disebut konsili Newman. Bahkan pernah dikatakan secara berkelakar, pada akhirnya Gereja Katolik-Roma bertobat kepada Newman, bukan sebaliknya (Lane, 2005: 243-246).






Bagan dan Analisis Pemikiran Teologi John Henry Newman


Keluarga Evangelical

Gereja Purba sebagai zaman keemasan cari iman Katolik murni

John Henry Newman Gereja Purba beda dengan Gereja Katolik Roma Gereja Katolik Roma paling mendekati Gereja Purba

Ada perubahan dalam Gereja Katolik Roma,

karena ada perkembangan doktrin.

Liberalisme Ada 7 cara untuk menguji perkembangan doktrin


John Keble


Berdasarkan uraian di atas tampaklah bahwa John Henry Newman menekankan pemikiran teologinya pada bidang Teologi Dogma, yaitu menguraikan aaran-ajaran pokok dalam iman Kristen. Khususnya di cabang Eklesiologi (Gereja). Ia dari latar belakang evangelical, kemudian terpengaruh liberal, tetapi akhirnya dipengaruhi oleh John Keble ke arah Katolik. Ia menyatakan bahwa Gereja Purba sebagai zaman keemasan, dan dari gereja tersebut iman Katolik yang murni didapatkan. Ia berpendapat bahwa meskipun tidak sama dengan gereja Purba, Gereja Katolik Roma merupakan gereja yang paling mendekati Gereja Purba. Gereja Katolik Roma tidak tetap, tetapi ada perubahan karena ada perkembangan doktrin. Selanjutnya untuk menguji perubahan doktrin tersebut ada tujuh cara.


2. Pierre Teilhard de Chardin

  1. Riwayat Hidup.

Marie-Joseph-Pierre Teilhard de Chardin lahir di daerah pedalaman Perancis pada tahun 1881. Ia belajar di sekolah Yesuit lalu masuk ordo tersebut. Ia menjadi paleontology professional (peneliti binatang dan tumbuh-tumbuhan yang telah punah) sehingga mengakibatkan perhatiannya tertuju pada asal-usul manusia. Ia pun terlibat dalam penemuan Manusia Peking pada tahun 1929.

  1. Pemikiran Teologinya.

Teilhard de Chardin tertarik pada hubungan agama Kristen dengan pemikiran evolusi. Teori Evolusi Darwin yang diuraikan dalam karyanya tahun 1859, Asal-usul Jenis-jenis dan pada tahun 1871 Keturunan Manusia memberi para teolog tiga pilihan dasar. Pertama, mereka dapat menolak teorinya, pilihan yang hanya dipilih oleh sejumlah kecil saja seperti juga sekarang ini. Kedua, mereka dapat berusaha menyesuaikan ilmu evolusi dengan teologi Kristen tradisioanal. Ini menjadi pilihan mayoritas, walaupun ada yang lebih mempertahankan ortodoksi, ada juga yang kurang mempertahankannya. Ketiga, mereka dapat menafsirkan kembali teologi Kristen menurut teori evolusi. Pandangan Teilhard de Chardin termasuk penafsiran kembali radikal yang paling terkenal. Teologinya mirip dengan Teologi Proses pihak Protestan.

Beberapa pandangan Teilhard de Chardin tidak disenangi atasannya dari ordo Yesuit. Ia terus- menerus dilarang menerbitkan tulisan-tulisan teologis dan filsafatnya, dan ia patuh. Ia juga tidak diijinkan menjadi guru besar di College de France, suatu kehormatan besar. Tetapi pada waktu meninggalnya di tahun 1955 teman-temannya mulai menerbitkan karyanya. Yang terkenal adalah Gejala Manusia, Lingkungan Ilahi dan Masa Depan Manusia, yang diterbitkan dalam bahasa Perancis dari tahun 1955 sampai 1959. Pada masa Konsili Vatican Kedua, ketika terdapat sikap terbuka yang baru terhadap pemikiran modern, de Chardin menjadi sangat populer di kalangan Katolik-Roma. Akan tetapi popularitasnya kemudian memudar. Pemikirannya juga diterima positif oleh beberapa pemikir non Kristen. Pemikir agnostic Julian Huxley menyumbangkan Kata Pendahuluan yang simpatik pada terjemahan Inggris dari bukunya Gejala Manusia. De Chardin melihat evolusi sebagai hukum keberadaan semesta alam, begitu juga pandangan-pandangannya mengenai Kekristenan disesuaikan. Ini menghasilkan penafsiran kembali yang menarik dari banyak tema Kristen, sebagai berikut:

  1. Penciptaan dilihat sebagai suatu proses evolusi. Dosa diinterpretasikan kembali sebagai ketidaksempurnaan yang tak terelakkan yang selalu menyertai proses evolusi. Evolusi dan kesempurnaan tidak cocok, sama seperti ide lingkaran berbentuk segi empat tidak cocok. Kejahatan harus dilihat sebagai hasil sampingan dari evolusi. Seperti diamati tepat sekali oleh Huxley, “para teolog mungkin akan menganggap bahwa pembahasannya tentang dosa dan penderitaan tidak memadai atau sekurang-kurangnya tidak ortodoks.”

  2. De Chardin tidak menolak pandangan tradisional tentang Kristus yang historis sebagai Anak Allah yang menjelma. Tetapi ia lebih menitikberatkan Kristus yang kosmis. Kristus seutuhnya atau tubuh Kristus yang mistik berkembang di dalam kerangka evolusi manusia. Penebusan harus dilihat sebagai proses evolusi ini.

  3. Sejarah manusia berkembang ke arah klimaks kalau semua disempurnakan dalam Kristus. Ini oleh de Chardin disebut dengan istilah “titik Omega.”

  4. Semuanya ini menunjukkan konsep baru tentang Allah sebagaimana dalam Teologi Proses. Allah harus dilihat bukan sebagai tak berubah dan melebihi batas-batas dunia, tetapi aktif dan terlibat di dalam proses evolusi, bahkan tidak terlepas darinya.


Teilhard de Chardin berusaha keras menghubungkan kekristenan dengan pemikiran evolusi. Cita-citanya dapat dibandingkan dengan usaha Agustinus yang menghubungkan Kekristenan dengan Neo-Platonisme atau dengan usaha Thomas dari Aquino dengan ajaran Aristoteles. Akan tetapi de Chardin memberi tempat yang terlalu besar pada pemikiran evolusioner, sehingga unsur Kristen terdesak. Ia sendiri melihat pemikirannya sebagai percobaan dan dimaksudkan untuk memperluas pandangan, bukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan secara tuntas. Boleh jadi ia dapat disamakan dengan Origines, pelopor besar dan pemikir yang gagasan-gagasannya tidak dapat diterima begitu saja (Lane, 2005: 251-253).


Bagan dan Analisis Pemikiran Teologi Pierre Teilhard de Chardin

Teori Evolusi



Pierre Teilhard de Chardin

Ordo Yesuit Penafsiran kembali teologi Kristen menurut

Ahli Paleontology Teori Evolusi = Menghubungkan pemikiran Kekristenan

dg Pemikiran Evolusi.


Berdasarkan penjelasan di atas tampaklah bahwa Teilhard de Chardin memfokuskan pemikiran teologinya di bidang Teologi Dogma, khususnya bidang Antropologi Teologis, yaitu membahas tentang siapakah manusia menurut rencana Allah Pencipta. Dia juga membahas di cabang Kristologi, yaitu membahas apa dan siapa Yesus Kristus. Dia menghubungkan kekristenan dengan teori evolusi. Dia memberikan penafsiran baru teologi Kristen menurut teori evolusi, misalnya tentang penciptaan, dosa, kristus, sejarah manusia, dan Allah.




3. Karl Rahner

a. Riwayat Hidup

Karl Rahner lahir di Freibrugh-im-Breisgau pada tahun 1904, dan ia meninggal pada tahun 1984. Ia masuk ordo Yesuit dan pada tahun 1948 ia menjadi guru besar teologi dogmatika di Universitas Innsbruck. Sesudah itu ia juga menjadi guru besar di Munchen dan Munster. Ia menulis tentang teologi sistematis dengan judul Dasar-dasar Iman Kristen. Edisi Jerman buku uni diterbitkan pada tahun 1976. Ia dapat dikatakan teolog Katolik-Roma terbesar di generasinya, tetapi pendekatan teologisnya telah disusul oleh pendekatan yang lebih radikal dari Schillebeekx dan Kung.

b. Pemikiran Teologinya

Rahner termashur karena teori Kekristenan Awanama nya. Sikap Katolik-Roma tradisional dengan jelas dan kejam telah dinyatakan oleh Cyprianus dan dinyatakan kembali pada Konsili Lateran Keempat, bahwa tidak ada penyelamatan kecuali melalui satu-satunya Gereja Katolik yang nyata dan terorganisasi. Tidak ada penyelamatan melalui gereja-gereja tandingan. Sikap ini lebih dipertegas lagi oleh Paus Bonifatius VIII dalam bulanya Unam Sanctum pada tahun 1302 sebagai berikut: “Kami mengumumkan, menyatakan dan menetapkan bahwa demi penyelamatan setiap makhluk harus dibawahi uskup Roma (paus).” Beberapa pernyataan ini masih berlaku di Gereja Katolik-Roma, tetapi ditafsirkan kembali. Pada tahun 1854 Paus Pius IX menegaskan kembali doktrin tradisional, tetapi dengan penjelasan penting; mereka yang berada dalam ketidaktahuannya yang tidak tertanggulangi mengenai agama yang benar (yaitu mereka yang tidak tahu bukan karena salah mereka) dapat dikecualikan. Pada tahun 1949 Romo Feeny, imam berhaluan keras dari Boston, menuntut agar pandangan tradisional dilanjutkan diajarkan. Roma menjawab bahwa pernyataan “di luar gereja tidak ada keselamatan” tetap benar, tetapi bahwa magisterium lah, yaitu jawatan pengajaran gereja, yang berhak menafsirkan pernyataan tersebut, bukan setiap individu secara pribadi. Perdebatan yang berkepanjanganpun terjadi dan pada tahun 1953 Feeney diekskomunikasi sebagai orang keras yang tidak mau tunduk. Konsili Vatikan Kedua juga dengan jelas menolak tafsiran lama, tetapi di lain pihak juga mengumumkan bahwa “barang siapa mengetahui bahwa Gereja Katolik dinyatakan perlu oleh Allah melalui Yesus Kristus, tetapi menolak untuk masuk ataupun tetap di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.”

Teori Karl Rahner mencoba menjelaskan beberapa pernyataan tersebut. Allah menghendaki semua orang diselamatkan (1 Tim 2: 4), dan iman dalam Yesus Kristus perlu untuk keselamatan. Ini berarti bahwa semua orang mendapat kesempatan untuk percaya. Ini adalah kesempatan historis, bukan kesempatan abstrak secara teoritis saja. Bagaimana mungkin? Sebab kasih karunia Allah bekerja dalam setiap manusia. Sampai saat ini ia dihadapkan pada Injil Kristus, kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus dapat menjangkau manusia melalui agama yang “bukan Kristen. Lebih dari itu, anugerah Allah tersebut bahkan bekerja di dalam seorang ateis, yang dengan demikian dapat mempunyai iman, pengharapan dan kasih Kristen yang sejati, meskipun tetap sebagai ateis. Ia menyatakan bahwa bahkan seorang ateispun tidak terkecuali mendapat keselamatan, asal saja ia tidak bertindak melawan moral hati nuraninya sebagai akibat dari ateismenya. Menurut Rahner, orang yang menerima bahwa suatu tuntutan moral dari hati nuraninya adalah mutlak sah baginya dan menerimanya sebagai sesuatu yang sah dalam suatu pengakuan yang diberinya secara bebas –betapapun secara spontan- ia menegaskan adanya Allah secara mutlak, terlepas dari apakah ia tahu atau mengertinya, sebagai sebab adanya tuntutan moral yang mutlak.

Orang-orang Kristen awanama ini diselamtakan bukan karena moralitas alamiah mereka, tetapi karena mereka telah mengalami kasih karunia Yesus Kristus tanpa menyadarinya. Orang-orang Kristen perlu membedakan antara iman yang eksplisit dengan iman yang nyata tetapi tidak diungkapkan, yang belum tembus dari hati ke otak. Rahner menyatakan bahwa istilah orang Kristen awanama adalah orang-orang kafir sesudah misi Kristen dimulai, yang hidup dalam kasih karunia Kristus melalui iman, pengharapan dan kasih, namun ia idak mengetahui secara jelas bahwa hidupnya berorientasi kepada Yesus Kristus dalam penyelamatan yang diberikan karena kasih karunia. Semestinya ada teori Kristen yang menerangkan mengapa setiap individu yang tidak bertindak secara mutlak atau mendasar melawan hati nuraninya, dalam iman, pengharapan dan kasih dapat mengatakan dan memang mengatakan, Abba dalam rohnya dan berdasarkan itu sesungguhnya adalah saudara dari orang Kristen di mata Allah.

Beberapa gagasan ini sebagaimana diuraikan oleh Rahner dan lainnya, sangat berpengaruh dewasa ini, terutama pandangan bahwa seseorang bisa merupakan Kristen awanama tanpa suatu ikatan keagamaan. Orang Kristen awanama adalah orang yang dapat menerima dirinya dalam suatu keputusan yang menyangkut moral,” juga kalau keputusan tersebut diambil tidak “menurut suatu cara keagamaan atau ateisme. Pemahaman ini dimaksudkan untuk membenarkan Kekristenan sekuler, yaitu penafsiran berita gereja dan misinya menurut pengertian yang makin bersifat duniawi, seperti nyata dalam beberapa pernyataan baru-baru ini dari Dewan Gereja-gereja se-Dunia dan Teologi Pembebasan. Jika inti kemuridan Kristen diwujudkan tanpa menampakkan unsur agama secara sadar, maka gereja dibenarkan melepaskan kekhawatirannya tentang agama dan lebih memperhatikan masalah sosial dan politik masa kini yang penting dan sangat mendesak. Mungkin kelemahan terbesar mengenai Rahner adalah perubahan dari suatu kemungkinan luar biasa (bahwa seseorang yang belum pernah mendengar Injil dapat berada dalam kasih karunia) menjadi standar. Akibatnya gereja harus memperlakukan semua orang seakan-akan mereka orang Kristen awanama, padahal sikap Alkitab adalah memperlakukan mereka sebagai orang yang hilang (Lane, 2005: 256-258).

Bagan dan Analisis Pemikiran Teologi Karl Rahner


Karl Rahner Kekristenan Awanama

Ordo Yesuit

Guru Besar Teologi Dogmatika

Di Universitas Innsbruck,

Munchen dan Munster.

.

Berdasarkan uraian di atas Karl Rahner, anggota ordo Yesuit dan Guru Besar Teologi Dokmatika, dari Universitas Innsbruck, Munchen dan Munster, lebih memfokuskan pemikiran teologinya di bidang Teologi Dogma, yaitu menguraikan ajaran-ajaran pokok dalam iman Kristen. Khususnya di aspek Soteriologi (Pembebasan atau Penyelamatan).

Ia menentang teologi tradisional Katolik, sebagaimana dinyatakan oleh Cyprianus dan dinyatakan kembali dalam Konsili Lateran keempat, bahwa “tidak ada penyelamatan kecuali melalui satu-satunya Gereja Katolik.” Tidak ada penyelamatan melalui gereja-gereja tandingan.

Ia menyatakan bahwa semua orang dikehendaki oleh Allah untuk diselamatkan. Kasih karunia Allah dalam Yesus Kristus dapat menyelamatkan semua manusia yang tidak beragama Kristen, bahkan seorang ateis asal tidak melawan moral hati nuraninya. Inilah yang disebut dengan istilah orang Kristen awanama. Orang Kristen awanama adalah orang Kristen yang tanpa ikatan keagamaan. Orang Kristen awanama adalah orang yang dapat menerima dirinya dalam suatu keputusan yang menyangkut moral, juga kalau keputusan tersebut diambil tidak menurut suatu cara keagamaan atau dengan kata lain ateisme.



4. Hans Kung

a. Riwayat Hidup

Hans Kung lahir pada tahun 1928 di Kanton Luzen, Swis. Setelah belajar di Roma untuk menjadi imam ia ke Paris untuk mempersiapkan tesis doktoralnya yang berjudul Pembenaran: Doktrin Karl Barth dan Sebuah Pemikiran Katolik, yang diterbitkan pada tahun 1957. Disertasi ini sangat mempengaruhi perkembangan teologi zaman ini. Kung menjelaskan ajaran Barth tentang pembenaran lalu menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang tidak dapat dipertemukan antara ajaran Barth ini dengan ajaran yang dirumuskan pada Konsili Trente.

b. Pemikiran Teologinya

Kung menyatakan bahwa sangat penting dewasa ini ada persetujuan fundamental antara teologi Katolik dengan Protestan, tepatnya dalam teologi pembenaran, yaitu pokok permasalahan yang menyebabkan teologi Reformasi memisahkan diri. Meskipun terdapat banyak kesulitan, bukankah setelah 400 tahun Gereja Katolik-Roma dengan Gereja Reformasi secara jelas menjadi lebih dekat satu sama lainnya, juga di bidang teologi?

Yang penting dari buku Pembenaran: Doktrin Karl Barth dan Sebuah Pemikiran Katolik (1957) ini adalah caranya ia diterima oleh Barth.. Barth sendiri menyambutnya dengan hangat dan menyatakan bahwa jika apa yang Kung sampaikan memang adalah ajaran Katolik- Roma, maka tentu saja harus mengakui bahwa pandangannya mengenai pembenaran sesuai dengan pandangan Katolik-Roma, meskipun hanya karena alasan bahwa ajaran Katolik-Roma cocok secara mencolok dengan ajarannya.

Buku Kung mempunyai dampak yang luas di kalangan teolog Katolik-Roma, yaitu bahwa doktrin pembenaran hanya oleh iman dapat diterima dan tidak perlu memecah-belah bemacam-macam aliran iman. Karena Gereja Katolik-Roma menafsirkan kembali imannya sambil berjalan terus, fakta ini paling tidak sama pentingnya dengan masalah teoritis apakah doktrin-doktrin itu memang selaras. Orang sinis mungkin akan mengatakan bahwa Kung telah berbuat sama sebagaimana Newman dengan Traktat 90, hanya secara terbalik dan ia berhasil.

Pada tahun 1962 Paus Yohanes mengangkat Kung sebagai penasihat teologi resmi dari Konsili Vatikan Kedua. Ia sangat aktif, tetapi merasa kecewa karena beberapa hasil tertentu. Sudah sejak tahun1957 Jawatan Suci (dulu Inkwisisi) mulai membuat berkas mengenai Kung karena bukunya yang berjudul Pembenaran. Ketika ia semakin kritis terhadap doktrin-doktrin tradisional, Jawatan Suci –yang pada tahun 1960 menjadi Kongregasi untuk Doktrin Iman- mengeluarkan peringatan. Kebanyakan dari karya Kung terbaik tidak disetujui oleh Roma. Mungkin ini yang menyebabkan popularitas karya tersebut.

Pada tahun 1970 Hans Kung merayakan seratus tahun perumusan paus tak dapat salah pada Konsili Vatikan Pertama dengan menerbitkan bukunya Tidak Dapat Salah? Suatu Penyelidikan. Dalam buku tersebut Kung menyerang doktrin tentang paus tidak dapat salah dengat sengit. Ia mempertanyakan dukungan yang dikatakan ada di dalam Alkitab dan tradisi gereja. Lebih mendasar lagi adalah pertanyaannya apakah mungkin ada dalil yang tidak mungkin salah, entah itu berasal dari paus, gereja atau Alkitab. Ia mendesak supaya ajaran gereja tak dapat salah diganti dengan tidak dapat rusak. Ini berarti bahwa meskipun terjadi salah pengertian mengenai hal-hal kecil, gereja tetap pada kebenaran Allah. Tuntutan negatif bahwa beberapa pernyataan tertentu tak ada kesalahan diganti dengan pernyataan bahwa kebenaran Injil tetap dipertahankan dalam gereja di tengah-tengah sejumlah kesalahan. Berkaitan dengan itu, Kung menyarankan peranan paus ditinjau kembali. Dari pada menjadi penguasa absolut yang tidak mungkin salah, seharusnya ia menjadi ahli waris sejati dari Petrus, yaitu pertama-tama menjadi pelayan yang mengutamakan pelayanan pastoral sebagaimana diteladani oleh Paus Yohanes XXIII. Menurut Kung, pendekatan terhadap gereja dan kepausan seperti ini adalah sesuai dengan Alkitab dan tradisi sekitar seribu tahun pertama.

Kung menyatakan bahwa pelayanan di gereja menurut Petrus, bisa masuk akal dan setiap orang Katolik menerimanya. Tetapi paus ada untuk gereja dan bukan gereja untuk paus. Keunggulannya bukan sebagai penguasa tetapi keunggulan dalam pelayanan. Pengemban jabatan Petrus jangan mengangkat dirinya sebagai penguasa, atas gereja atau Injil. Namun hal ini masih terjadi ketika paus, setelah pengalaman masa lampau yang negatif dan pengalaman positif dari konsili, masih menafsirkan teologi dan kebijaksanaan gereja dalam arti tradisi yang diterima tanpa kritik.

Buku Tidak Dapat Salah? menyebabkan heboh besar. Mereka yang dulu mendukung Kung, seperti Karl Rahner, menolak sikap Kung. Mereka mulai berpikir serius apakah Kung masih dapat dianggap teolog Katolik-Roma. Konferensi uskup-uskup Jerman menolak buku tersebut. Tuntutan yang bertele-tele terhadap Kung terjadi di Roma, tetapi hanya menghasilkan teguran pada tahun 1975.

Pada tahun-tahun terakhir ini Hans Kung membuktikan diri sebagai penulis ulung mengenai teologi bagi orang yang bukan ahli teologi, bahkan untuk orang-orang yang bukan Kristen. Bukunya mengenai Jadi Orang Kristen (1974) menjadi bestseller di Jerman, sesuatu yang jarang terjadi dengan buku teologi setebal 700 halaman. Kung berhasil menyatakan iman Kristen dengan cara modern yang menggugah hati orang biasa. Tetapi sama saja dengan waktu buku lainnya diterbitkan, terdengar orang menggerutu di Roma. Belakangan ini ia menulis karya unggulnya dengan judul Apakah Allah masih ada? (1978).

Pemilihan Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1978 membawa sikap yang lebih tegas di Roma. Pada akhir tahun 1979 Kongregasi untuk Doktrin Iman, dengan perstujuan paus menyatakan bahwa Kung tidak dapat lagi dianggap lagi sebagai teolog Katolik. Ia juga tidak dapat berfungsi sebagai pengajar. Ia tidak diekskomunikasikan dan ia tidak kehilangan statusnya sebagai imam, tetapi ia tidak boleh lagi dianggap sebagai teolog Katolik-Roma. Ini merupakan usaha yang licik untuk meniadakan pengaruhnya, tanpa membuat dia jadi martir. Gereja menuntut ia dilepas sebagai guru besar teologi Katolik di Universitas Tubingen, tetapi pemerintah menjawab dengan mengadakan jabatan maha guru khusus untuk dia. Kemanjuran pendirian gereja perlu dipertanyakan karena jumlah yang begitu besar dari pakar-pakar Katolik-Roma yang sebenarnya tidak menyetujui beberapa pandangannya, namun sekarang sudah memihak kepadanya dalam hal perlakuan gereja terhadapnya. Di lain pihak sulit untuk menganggap serius terhadap suatu badan keagamaan yang tidak dapat mengendalikan apa yang diajarkan dalam namanya. Hal seperti ini menjadi masalah di banyak gereja dewasa ini (Lane, 2005: 258-260).


Bagan dan Analisis Pemikiran Teologi Hans Kung

Pembenaran oleh iman

Hans Kung dapt diterima = Karl Barth.

Guru Besar Teologi Katolik Kritik thd doktrin Paus tdk

dapat salah (Konsili Vatikan I).

Penasehat teologi resmi Paus Paulus (1962) dlm Konsili Vatikan II Peranan Paus sbg pengganti

Petrus, yaitu sbg pelayan.


Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa Hans Kung, Guru Besar Teologi Katolik di Universitas Tubingen dan Penasihat teologi resmi Paus Paulus (1962) dalam Konsili Vatikan II, dalam pemikiran teologinya lebih menekankan pada bidang Teologi Dasar, yaitu membahas apa yang menjadi dasar (azas) pengetahuan orang Kristen di bidang teologi, yakni wahyu dan iman. Ia juga membahas di bidang Teologi Dogma, yaitu menguraikan ajaran-ajaran pokok dalam iman Kristen. Khususnya pada cabang Eklesiologi (Gereja).

Ia berpendapat bahwa pembenaran oleh iman dapat diterima. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Karl Barth yang Protestan. Selanjutnya doktrin tentang Paus tidak dapat salah dikritiknya, karena masih dipertanyakan dukungan dari Alkitab dan tradisi gereja. Ia juga mengusulkan agar peranan Paus sebagai penguasa absolute yang tidak mungkin salah. Peran Paus dikembalikan sebagai pengganti Petrus, yaitu terutama sebagai pelayan yang mengutamakan pelayanan pastoral. Hal ini telah dicontohkan oleh Paus Yohanes XXIII. Ini sesuai dengan Alkitab dan tradisi gereja seribu tahun pertama.


5. Konsili Vatikan Kedua (1962-1965)

a. Pemikiran Teologi Konsili Vatikan Kedua

Rumusan tentang paus tidak dapat salah yang dihasilkan Konsili Vatikan Pertama tidak mengakhiri pertikaian di kalangan Gereja Katolik-Roma. Di bawah pengganti Paus Pius, Leo XIII (1878-1903), terjadi Gerakan “Modernisme Katolik.” Ini merupakan padanan Katolik Roma dari liberalisme Protestan dengan tokoh-tokoh utamanya Alfred Loisy dan George Tyrrell. Mereka menerima beberapa kesimpulan paling skiptis dari kritik Alkitab. Mereka menolak setiap gagasan bahwa doktrin atau dogma tidak mungkin salah –entah berasal dari Alkitab, gereja atau paus. Sebaliknya mereka juga membela Gereja Katolik-Roma melawan serangan-serangan Harnack dan lain-lainnya, tetapi berdasarkan asas-asas liberal yaitu gereja sebagai lembaga yang agamanya berkembang terus-menerus. Pengganti Leo, Pius X mengutuk gerakan tersebut, mengekskomunikasikan para pemimpinnya dan menuntut agar para rohaniwan diambil sumpah anti-modernis.

Hal ini mengakibatkan larangan pemikiran bebas dan penyelidikan Alkitab di kalangan Gereja Katolik-Roma. Keputusan ini agak diperlunak sesudah Perang Dunia II, tetapi tidak banyak perubahan. Kemudian pada tahun 1958 paus baru terpilih yaitu Yohanes XXIII seorang tua yang hampir berusia 77 tahun. Ia hanya dilihat sebagai pemimpin penjaga toko yang pasti akan menjaga status quo. Ternyata masa jabatannya menandakan titik baik bagi Katolisisme modern. Ia menekankan kebutuhan gereja akan aggiornamento, artinya disesuaikan mengikuti zaman. Gereja harus mengejar ketinggalannya dengan dunia modern. Walau dogma tidak berubah, pengungkapannya dapat dan harus berubah. Orang Protestan harus dilihat sebagai saudara-saudara yang terpisah, bukan sebagai penyesat yang jahat. Pada tahun 1961 Paus Yohanes XXIII memanggil Konsili Vatikan Kedua.

Konsili bertemu dari tahun 1962 sampai 1965. Yohanes XXIII telah membuka pintu perubahan lebar-lebar. Ketika para uskup berkumpul, mereka mengalami situasi yang sama sekali tidak diperkirakan sebelumnya. Sebagian besar mereka yang hadir berpandangan progresif. Konsili secara terbuka mengungkapkan beberapa perubahan mendalam setelah Konsili Vatikan Pertama, meskipun tadinya kurang jelas. Dokumen-dokumen Vatikan Kedua bernafaskan jiwa yang sama sekali berbeda dengan Konsili Vatikan Pertama. Dokumen tersebut lebih bersifat pastoral dari pada dogmatis; nadanya bersifat mendamaikan dan tidak konfrontatif terhadap orang Kristen lain, agama lain dan dunia modern. Penganiayaan yang berperan besar dalam sejarah Gereja Katolik-Roma ditolak dan ada kesediaan untuk mengaku bahwa gereja telah berbuat beberapa kesalahan.

Pada konsili tersebut terjadi perpecahan antara mereka yang mau mempercepat perkembangan lebih lanjut dari doktrin tentang Maria dan mereka yang ingin agar kegiatan ini dihentikan. Perpecahan terjadi karena masalah dibuat atau tidak dokumen tersendiri tentang Maria, yang tentu akan mempermulia statusnya. Melalui mayoritas tipis (1.114 lawan 1.074 suara) konsili menolak membuat dokumen tersebut. Maria dibicarakan dalam bab terakhir dari tulisan Gereja. Ini harus diartikan bahwa ia merupakan bagian dari gereja, tidak terlepas darinya. Semua doktrin tradisional mengenai Maria ditegaskan kembali, termasuk terkandung tak ternodanya dan diangkatnya ke surga, sebagaimana dirumuskan dalam Ineffibilitas Deus dan Munificentissimus Deus. Ada yang ingin agar ia ditegaskan sebagai Co-Redemtrix (Teman Penebus, yaitu ia bersama Yesus Kristus penebus dunia). Istilah tersebut tidak dipakai, tetapi peranan Maria dalam penebusan dinyatakan dengan jelas. Persetujuannya diperlukan untuk penjelmaan Yesus Kristus dan ia turut secara aktif dalam karya penyelamatan manusia; ia memberi hidup kepada dunia. “Kematian melalui Hawa, hidup melalui Maria. Ia bersatu dengan Yesus dalam penderitaan, ketika Ia mati di kayu salib. Maria adalah Mediatrix, yaitu perantara antara manusia dan Allah. Akan tetapi dinyatakan bahwa semuanya itu “sama sekali tidak mengurangi atau memudarkan perantaraan unik dari Kristus, malahan ia memperjelas kuasa perantaraan-Nya.

Tulisan Penyataan Ilahi membangkitkan perjuangan yang lebih nyata antara mereka yang kolot dengan mereka yang progressif. Dokumen ini melalui lima konsep sebelum diterima. Konsep pertama terlalu kolot dan tegas-tegas ditolak oleh 60 persen dari bapa-bapa konsili. Khususnya lima pokok persoalan dianggap tidak dapat diterima; penyataan hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin yang dinyatakan; tradisi dan Alkitab sebagai dua sumber penyataan; tradisi dilihat sebagai tambahan pada penyataan; inspirasi mengimplikasikan “kekebalan absolut seluruh Alkitab kudus terhadap kesalahan;” tugas teologi hanyalah mencari keselarasan antara Alkitab dan ajaran gereja. Paus Yohanes menyerahkan naskah tersebut kepada suatu badan baru untuk membuat perubahan-perubahan yang cukup besar. Setelah tiga tahun dan empat konsep, maka naskah dokumen terakhir diterima oleh 2.344 lawan 6 suara. Kelima pokok yang tadinya ditolak itu ditinjau kembali.

  1. Penyataan sekarang dilihat sebagai penyingkapan Allah sendiri (bukan hanya doktrin) melalui tindakan dan perkataan.

Di dalam dokumen Penyataan Ilahi dinyatakan bahwa rencana penyataan ini diwujudkan dengan tindakan dan perkataan yang mempunyai kesatuan inti: tindakan-tindakan yang dilakukan Allah dalam sejarah penyelamatan menyatakan dan menguatkan ajaran dan realitas yang dinyatakan dalam kata-kata, sedangkan “perkataan” menyatakan tindakan-tindakan itu dan menjelaskan keajaiban yang terkandung di dalam tindakan tersebut. Dengan penyataan inilah kebenaran paling dalam mengenai Allah dan penyelamatan manusia dijelaskan kepada manusia di dalam Kristus, yang adalah Perantara dan sekaligus kegenapan penyataan.

  1. Injil adalah sumber segala kebenaran yang menyelamatkan dan disampaikan kepada manusia dengan dua jalan: tradisi dan Alkitab. Tradisi merupakan istilah yang mencakup segala sesuatu: “gereja dalam pengajarannya, kehidupan dan ibadahnya, mengabaikan dan menurunkan keberadaannya dan segala sesuatu yang ia percaya kepada semua generasi.”

  2. Dijaga supaya tidak dinyatakan bahwa tradisi menambahkan pada Alkitab. Ini hanya dianggap sebagai ajaran Konsili Trente, tetapi pada tahun-tahun sebelum Konsili Vatikan Kedua sejumlah pakar Katolik-Roma membantah interpretasi ini mengenai Trente. Konsili mengajar agar masalah ini tetap terbuka. Tetapi mereka mengacu kepada perkembangan doktrin, mengikuti pendapat Newman: “Sebab, ketika abad demi abad berlalu, gereja selalu bergerak maju menuju kesempurnaan kebenaran ilahi sampai firman Allah mencapai penggenapan di dalamnya.” Ini berarti bahwa meskipun benih semua doktrin terdapat di dalam Alkitab, Alkitab saja tidak cukup untuk mengajarkan doktrin Katolik: Bukan dari Kitab Suci saja Gereja mendapat kepastiannya tentang segala sesuatu yang dinyatakan. Ini merupakan tambahan pada saat-saat terakhir atas permintaan Paus Paulus VI, paus dari 1963-1978.

  3. Konsep tentang ajaran bahwa Alkitab tidak mungkin salah dijelaskan sebagai berikut:

Oleh sebab itu, karena segala sesuatu yang ditegaskan oleh pengarang yang diilhami ataupun penulis yang kudus itu harus dianggap ditegaskan oleh Roh Kudus, maka harus disimpulkan bahwa orang-orang Kristen harus mengakui bahwa Alkitab dengan teguh dan setia, tanpa kesalahan, mengajar kebenaran yang Allah ingin masukkan dalam tulisan-tulisan yang kudus itu untuk keselamatan orang-orang percaya.

Ini memberi kemungkinan penafsiran yang luas menurut apa yang mereka percaya tentang Allah ingin menyatakan dalam Alkitab untuk keselamatan mereka. Apakah itu berarti bahwa pada kenyataannya segala sesuatu memang ada di situ? Apakah ini berarti hanya terbatas pada teologi dan etika? Apakah itu hanya berarti cerita-cerita Injil? Jika demikian, dapatkah mereka menyingkatkannya menjadi kebenaran seperti Allah adalah kasih.?

  1. Alkitab dibebaskan pada Vatikan II. Orang awam harus membacanya karena sebagaimana dikatakan Hieronymus. Ketidaktahuan tentang Alkitab adalah keidaktahuan tentang Kristus. Pihak Katolik harus bekerja sama dengan pihak Protestan dalam menerjemahkan Alkitab. Pelajaran halaman-halaman suci boleh dikatakan merupakan jiwa teologi suci. Hal ini sudah sangat jauh dari pernyataan yang dibuat tidak begitu lama oleh para apologet Katolik-Roma, bahwa gereja dapat saja bertahan dengan baik tanpa Alkitab. Penelitian Alkitab oleh pihak Katolik sangat dianjurkan. Tetapi hal itu harus dikerjakan di bawah asuhan yang waspada dari jawatan pengajaran gereja dan dengan setia pada jiwa gereja. Jawatan pengajaran gereja tidak berada di bawah firman Allah tetapi melayaninya, tetapi tugas penafsiran otentik dari firman Allah telah dipercayakan semata-mata pada jawatan pengajaran gereja yang hidup. Vatikan Kedua berusah keras untuk menggalakkan kembali penyelidikan Alkitab, tetapi gereja yang tidak mungkin salah tetap menjadi tolok ukur terakhir.

Dengan Konsili Vatikan Kedua masa 400 tahun dengan Katolisisme corak Trente berakhir. Benteng Roma berubah menjadi gereja peziarah. Sang tahanan Vatikan telah menjadi bintang berkharisma, yang dengan gesitnya mengunjungi umatnya di seluruh muka bumi. Penganiayaan telah diganti dengan keinginan belajar. Sangat banyak telah terjadi di bidang ibadah dan di bidang-bidang lain. Begitu banyak telah terjadi dalam waktu singkat, sehingga terjadi keraguan dan kebingungan dalam berbagai bidang. Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II kadang-kadang membendung beberapa perubahan ini, tetapi usahanya tampaknya sudah sangat sulit. Ke arah mana Gereja Katolik-Roma akan berkembang mereka hanya akan mengetahui setelah beberapa waktu. Tetapi satu hal yang pasti, gereja tersebut tidak akan kembali ke masa sebelum Konsili Vatikan Kedua (Lane, 2005: 253-256).

Bagan dan Analisis Pemikiran Teologi Konsili Vatikan Kedua


Paus Yohannes XXIII Paus Paulus VI


Gereja disesuaikan dg dunia modern

Konsili Vatikan II (aggiornamento)

1962-1965

dokumen pastoral, tdk konfrontatif thd

Kristen lain, agama-agama lain, dan dunia modern



Konsili Vatikan I


Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa pemikiran teologi yang dibahas dalam Konsili Vatikan II mencakup semua bidang teologi, yaitu Teologi Dasar, Tafsir Kitab Suci (Eksegese), Teologi Dogma, dan Teologi Praktis.

Pengundang Konsili Vatikan II adalah Paus Yohanes XXIII, tetapi di tengah-tengah persidangan dia meninggal dunia, kemudian dilanjutkan dipimpin oleh Paus Paulus VI. Paus Yohanes XXIII ingin menyesuaikan Gereja dengan perkembangan zaman (aggiornamento), gereja harus mengejar ketinggalannya dengan dunia modern. Dogma boleh tidak berubah, tetapi pengungkapannya dapat dan harus berubah. Peserta konsili yang hadir sebagian besar kaum progresif, dan suasana Konsili Vatikan II berbeda sekali dengan Konsili Vatikan I. Dokumen-dokumen yang dihasilkannya lebih bersifat pastoral dari pada dogmatis. Nadanya mendamaikan dan tidak konfrontatif terhadap orang Kristen lain, agama lain, dan dunia modern. Gereja Katolik Romapun mengakui beberapa kesalahan yang pernah dilakukannya.