bekajar besama

bekajar besama

Senin, 18 Oktober 2010

syeh siti jenar

Mari Memahami dan Mengkaji Lebih Dalam

Tanpa Kenal Lelah untuk Mencari dan Menemukan Kebenaran yang Abadi

* Home
* Tentang Ku
* VCD Islam Harun Yahya

jump to navigation
SYEKH SITI JENAR 3 May, 2006
Posted by netlog in Syekh Siti Jenar.
264 comments

Saat Pemerintahan Kerajaan Islam Sultan Bintoro Demak I (1499)

Kehadiran Syekh Siti Jenar ternyata menimbulkan kontraversi, apakah benar ada atau hanya tokoh imajiner yang direkayasa untuk suatu kepentingan politik. Tentang ajarannya sendiri, sangat sulit untuk dibuat kesimpulan apa pun, karena belum pernah diketemukan ajaran tertulis yang membuktikan bahwa itu tulisan Syekh Siti Jenar, kecuali menurut para penulis yang identik sebagai penyalin yang berakibat adanya berbagai versi. Tapi suka atau tidak suka, kenyataan yang ada menyimpulkan bahwa Syekh Siti Jenar dengan falsafah atau faham dan ajarannya sangat terkenal di berbagai kalangan Islam khususnya orang Jawa, walau dengan pandangan berbeda-beda.
Pandangan Syekh Siti Jenar yang menganggap alam kehidupan manusia di dunia sebagai kematian, sedangkan setelah menemui ajal disebut sebagai kehidupan sejati, yang mana ia adalah manusia dan sekaligus Tuhan, sangat menyimpang dari pendapat Wali Songo, dalil dan hadits, sekaligus yang berpedoman pada hukum Islam yang bersendikan sebagai dasar dan pedoman kerajaan Demak dalam memerintah yang didukung oleh para Wali. Siti Jenar dianggap telah merusakketenteraman dan melanggar peraturan kerajaan, yang menuntun dan membimbing orang secara salah, menimbulkan huru-hara, merusak kelestarian dan keselamatan sesama manusia. Oleh karena itu, atas legitimasi dari Sultan Demak, diutuslah beberapa Wali ke tempat Siti Jenar di suatu daerah (ada yang mengatakan desa Krendhasawa), untuk membawa Siti Jenar ke Demak atau memenggal kepalanya. Akhirnya Siti Jenar wafat (ada yang mengatakan dibunuh, ada yang mengatakan bunuh diri).

Akan tetapi kematian Siti Jenar juga bisa jadi karena masalah politik, berupa perebutan kekuasaan antara sisa-sisa Majapahit non Islam yang tidak menyingkir ke timur dengan kerajaan Demak, yaitu antara salah satu cucu Brawijaya V yang bernama Ki Kebokenongo/Ki Ageng Pengging dengan salah satu anak Brawijaya V yang bernama Jin Bun/R. Patah yang memerintah kerajaan Demak dengan gelar Sultan Bintoro Demak I, dimana Kebokenongo yang beragama Hindu-Budha beraliansi dengan Siti Jenar yang beragama Islam.

Nama lain dari Syekh Siti Jenar antara lain Seh Lemahbang atau Lemah Abang, Seh Sitibang, Seh Sitibrit atau Siti Abri, Hasan Ali Ansar dan Sidi Jinnar. Menurut Bratakesawa dalam bukunya Falsafah Siti Djenar (1954) dan buku Wejangan Wali Sanga himpunan Wirjapanitra, dikatakan bahwa saat Sunan Bonang memberi pelajaran iktikad kepada Sunan Kalijaga di tengah perahu yang saat bocor ditambal dengan lumpur yang dihuni cacing lembut, ternyata si cacing mampu dan ikut berbicara sehingga ia disabda Sunan Bonang menjadi manusia, diberi nama Seh Sitijenar dan diangkat derajatnya sebagai Wali.

Dalam naskah yang tersimpan di Musium Radyapustaka Solo, dikatakan bahwa ia berasal dari rakyat kecil yang semula ikut mendengar saat Sunan Bonang mengajar ilmu kepada Sunan kalijaga di atas perahu di tengah rawa. Sedangkan dalam buku Sitijenar tulisan Tan Koen Swie (1922), dikatakan bahwa Sunan Giri mempunyai murid dari negeri Siti Jenar yang kaya kesaktian bernama Kasan Ali Saksar, terkenal dengan sebutan Siti Jenar (Seh Siti Luhung/Seh Lemah Bang/Lemah Kuning), karena permohonannya belajar tentang makna ilmu rasa dan asal mula kehidupan tidak disetujui Sunan Bonang, maka ia menyamar dengan berbagai cara secara diam-diam untuk mendengarkan ajaran Sunan Giri. Namun menurut Sulendraningrat dalam bukunya Sejarah Cirebon (1985) dijelaskan bahwa Syeh Lemahabang berasal dari Bagdad beraliran Syi’ah Muntadar yang menetap di Pengging Jawa Tengah dan mengajarkan agama kepada Ki Ageng Pengging (Kebokenongo) dan masyarakat, yang karena alirannya ditentang para Wali di Jawa maka ia dihukum mati oleh Sunan Kudus di Masjid Sang Cipta Rasa (Masjid Agung Cirebon) pada tahun 1506 Masehi dengan Keris Kaki Kantanaga milik Sunan Gunung Jati dan dimakamkan di Anggaraksa/Graksan/Cirebon.

Informasi tambahan di sini, bahwa Ki Ageng Pengging (Kebokenongo) adalah cucu Raja Brawijaya V (R. Alit/Angkawijaya/Kertabumi yang bertahta tahun 1388), yang dilahirkan dari putrinya bernama Ratu Pembayun (saudara dari Jin Bun/R. Patah/Sultan Bintoro Demak I yang bertahta tahun 1499) yang dinikahi Ki Jayaningrat/Pn. Handayaningrat di Pengging. Ki Ageng Pengging wafat dengan caranya sendiri setelah kedatangan Sunan Kudus atas perintah Sultan Bintoro Demak I untuk memberantas pembangkang kerajaan Demak. Nantinya, di tahun 1581, putra Ki Ageng Pengging yaitu Mas Karebet, akan menjadi Raja menggantikan Sultan Demak III (Sultan Demak II dan III adalah kakak-adik putra dari Sultan Bintoro Demak I) yang bertahta di Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijoyo Pajang I.

Keberadaan Siti Jenar diantara Wali-wali (ulama-ulama suci penyebar agama Islam yang mula-mula di Jawa) berbeda-beda, dan malahan menurut beberapa penulis ia tidak sebagai Wali. Mana yang benar, terserah pendapat masing-masing. Sekarang mari kita coba menyoroti falsafah/faham/ajaran Siti Jenar.

Konsepsi Ketuhanan, Jiwa, Alam Semesta, Fungsi Akal dan Jalan Kehidupan dalam pandangan Siti Jenar dalam buku Falsafah Siti Jenar tulisan Brotokesowo (1956) yang berbentuk tembang dalam bahasa Jawa, yang sebagian merupakan dialog antara Siti Jenar dengan Ki Ageng Pengging, yaitu kira-kira:

Siti Jenar yang mengaku mempunyai sifat-sifat dan sebagai dzat Tuhan, dimana sebagai manusia mempunyai 20 (dua puluh) atribut/sifat yang dikumpulkan di dalam budi lestari yang menjadi wujud mutlak dan disebut dzat, tidak ada asal-usul serta tujuannya;

Hyang Widi sebagai suatu ujud yang tak tampak, pribadi yang tidak berawal dan berakhir, bersifat baka, langgeng tanpa proses evolusi, kebal terhadap sakit dan sehat, ada dimana-mana, bukan ini dan itu, tak ada yang mirip atau menyamai, kekuasaan dan kekuatannya tanpa sarana, kehadirannya dari ketiadaan, luar dan dalam tiada berbeda, tidak dapat diinterpretasikan, menghendaki sesuatu tanpa dipersoalkan terlebih dahulu, mengetahui keadaan jauh diatas kemampuan pancaindera, ini semua ada dalam dirinya yang bersifat wujud dalam satu kesatuan, Hyang Suksma ada dalam dirinya;

Siti Jenar menganggap dirinya inkarnasi dari dzat yang luhur, bersemangat, sakti, kebal dari kematian, manunggal dengannya, menguasai ujud penampilannya, tidak mendapat suatu kesulitan, berkelana kemana-mana, tidak merasa haus dan lesu, tanpa sakit dan lapar, tiada menyembah Tuhan yang lain kecuali setia terhadap hati nurani, segala sesuatu yang terjadi adalah ungkapan dari kehendak dzat Allah;
Segala sesuatu yang terjadi adalah ungkapan dari kehendak dzat Allah, maha suci, sholat 5 (lima) waktu dengan memuji dan dzikir adalah kehendak pribadi manusia dengan dorongan dari badan halusnya, sebab Hyang Suksma itu sebetulnya ada pada diri manusia;

Wujud lahiriah Siti jenar adalah Muhammad, memiliki kerasulan, Muhammad bersifat suci, sama-sama merasakan kehidupan, merasakan manfaat pancaindera;

Kehendak angan-angan serta ingatan merupakan suatu bentuk akal yang tidak kebal atas kegilaan, tidak jujur dan membuat kepalsuan demi kesejahteraan pribadi, bersifat dengki memaksa, melanggar aturan, jahat dan suka disanjung, sombong yang berakhir tidak berharga dan menodai penampilannya;

Bumi langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia, jasad busuk bercampur debu menjadi najis, nafas terhembus di segala penjuru dunia, tanah dan air serta api kembali sebagai asalnya, menjadi baru;

Dalam buku Suluk Wali Sanga tulisan R. Tanojo dikatakan bahwa :

Tuhan itu adalah wujud yang tidak dapat di lihat dengan mata, tetapi dilambangkan seperti bintang bersinar cemerlang yang berwujud samar-samar bila di lihat, dengan warna memancar yang sangat indah;

Siti Jenar mengetahui segala-galanya sebelum terucapkan melebihi makhluk lain ( kawruh sakdurunge minarah), karena itu ia juga mengaku sebagai Tuhan;

Sedangkan mengenai dimana Tuhan, dikatakan ada di dalam tubuh, tetapi hanya orang terpilih (orang suci) yang bisa melihatnya, yang mana Tuhan itu (Maha Mulya) tidak berwarna dan tidak terlihat, tidak bertempat tinggal kecuali hanya merupakan tanda yang merupakan wujud Hyang Widi;

Hidup itu tidak mati dan hidup itu kekal, yang mana dunia itu bukan kehidupan (buktinya ada mati) tapi kehidupan dunia itu kematian, bangkai yang busuk, sedangkan orang yang ingin hidup abadi itu adalah setelah kematian jasad di dunia;
Jiwa yang bersifat kekal/langgeng setelah manusia mati (lepas dari belenggu badan manusia) adalah suara hati nurani, yang merupakan ungkapan dari dzat Tuhan dan penjelmaan dari Hyang Widi di dalam jiwa dimana raga adalah wajah Hyang Widi, yang harus ditaati dan dituruti perintahnya.

Dalam buku Bhoekoe Siti Djenar karya Tan Khoen Swie (1931) dikatakan bahwa :

Saat diminta menemui para Wali, dikatakan bahwa ia manusia sekaligus Tuhan, bergelar Prabu Satmata;

Ia menganggap Hyang Widi itu suatu wujud yang tak dapat dilihat mata, dilambangkan seperti bintang-bintang bersinar cemerlang, warnanya indah sekali, memiliki 20 (dua puluh) sifat (antara lain : ada, tak bermula, tak berakhir, berbeda dengan barang yang baru, hidup sendiri dan tanpa bantuan sesuatu yang lain, kuasa, kehendak, mendengar, melihat, ilmu, hidup, berbicara) yang terkumpul menjadi satu wujud mutlak yang disebut DZAT dan itu serupa dirinya, jelmaan dzat yang tidak sakit dan sehat, akan menghasilkan perwatakan kebenaran, kesempurnaan, kebaikan dan keramah-tamahan;

Tuhan itu menurutnya adalah sebuah nama dari sesuatu yang asing dan sulit dipahami, yang hanya nyata melalui kehadiran manusia dalam kehidupan duniawi.

Menurut buku Pantheisme en Monisme in de Javaavsche tulisan Zoetmulder, SJ.(1935) dikatakan bahwa Siti Jenar memandang dalam kematian terdapat sorga neraka, bahagia celaka ditemui, yakni di dunia ini. Sorga neraka sama, tidak langgeng bisa lebur, yang kesemuanya hanya dalam hati saja, kesenangan itu yang dinamakan sorga sedangkan neraka, yaitu sakit di hati. Namun banyak ditafsirkan salah oleh para pengikutnya, yang berusaha menjalani jalan menuju kehidupan (ngudi dalan gesang) dengan membuat keonaran dan keributan dengan cara saling membunuh, demi mendapatkan jalan pelepasan dari kematian.

Siti Jenar yang berpegang pada konsep bahwa manusia adalah jelmaan dzat Tuhan, maka ia memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos. Manusia terdiri dari jiwa dan raga yang mana jiwa sebagai penjelmaan dzat Tuhan dan raga adalah bentuk luar dari jiwa dengan dilengkapi pancaindera maupun berbagai organ tubuh. Hubungan jiwa dan raga berakhir setelah manusia mati di dunia, menurutnya sebagai lepasnya manusia dari belenggu alam kematian di dunia, yang selanjutnya manusia bisa manunggal dengan Tuhan dalam keabadian.

Siti Jenar memandang bahwa pengetahuan tentang kebenaran Ketuhanan diperoleh manusia bersamaan dengan penyadaran diri manusia itu sendiri, karena proses timbulnya pengetahuan itu bersamaan dengan proses munculnya kesadaran subyek terhadap obyek (proses intuitif). Menurut Widji Saksono dalam bukunya Al-Jami’ah (1962) dikatakan bahwa wejangan pengetahuan dari Siti jenar kepada kawan-kawannya ialah tentang penguasaan hidup, tentang pintu kehidupan, tentang tempat hidup kekal tak berakhir di kelak kemudian hari, tentang hal mati yang dialami di dunia saat ini dan tentang kedudukannya yang Mahaluhur. Dengan demikian tidaklah salah jika sebagian orang ajarannya merupakan ajaran kebatinan dalam artian luas, yang lebih menekankan aspek kejiwaan dari pada aspek lahiriah, sehingga ada juga yang menyimpulkan bahwa konsepsi tujuan hidup manusia tidak lain sebagai bersatunya manusia dengan Tuhan (Manunggaling Kawula-Gusti).

Dalam pandangan Siti Jenar, Tuhan adalah dzat yang mendasari dan sebagai sebab adanya manusia, flora, fauna dan segala yang ada, sekaligus yang menjiwai segala sesuatu yang berwujud, yang keberadaannya tergantung pada adanya dzat itu. Ini dibuktikan dari ucapan Siti Jenar bahwa dirinya memiliki sifat-sifat dan secitra Tuhan/Hyang Widi.

Namun dari berbagai penulis dapat diketahui bahwa bisa jadi benturan kepentingan antara kerajaan Demak dengan dukungan para Wali yang merasa hegemoninya terancam yang tidak hanya sebatas keagamaan (Islam), tapi juga dukungan nyata secara politis tegaknya pemerintahan Kesultanan di tanah Jawa (aliansi dalam bentuk Sultan mengembangkan kemapanan politik sedang para Wali menghendaki perluasan wilayah penyebaran Islam).
Dengan sisa-sisa pengikut Majapahit yang tidak menyingkir ke timur dan beragama Hindu-Budha yang memunculkan tokoh kontraversial beserta ajarannya yang dianggap “subversif” yaitu Syekh Siti Jenar (mungkin secara diam-diam Ki Kebokenongo hendak mengembalikan kekuasaan politik sekaligus keagamaan Hindu-Budha sehingga bergabung dengan Siti jenar).

Bisa jadi pula, tragedi Siti Jenar mencerminkan perlawanan kaum pinggiran terhadap hegemoni Sultan Demak yang memperoleh dukungan dan legitimasi spiritual para Wali yang pada saat itu sangat berpengaruh. Disini politik dan agama bercampur-aduk, yang mana pasti akan muncul pemenang, yang terkadang tidak didasarkan pada semangat kebenaran.

Kaitan ajaran Siti Jenar dengan Manunggaling Kawula-Gusti seperti dikemukakan di atas, perlu diinformasikan di sini bahwa sepanjang tulisan mengenai Siti Jenar yang diketahui, tidak ada secara eksplisit yang menyimpulkan bahwa ajarannya itu adalah Manunggaling Kawula-Gusti, yang merupakan asli bagian dari budaya Jawa. Sebab Manunggaling Kawula-Gusti khususnya dalam konteks religio spiritual, menurut Ir. Sujamto dalam bukunya Pandangan Hidup Jawa (1997), adalah pengalaman pribadi yang bersifat “tak terbatas” (infinite) sehingga tak mungkin dilukiskan dengan kata untuk dimengerti orang lain. Seseorang hanya mungkin mengerti dan memahami pengalaman itu kalau ia pernah mengalaminya sendiri.

Dikatakan bahwa dalam tataran kualitas, Manunggaling Kawula-Gusti adalah tataran yang dapat dicapai tertinggi manusia dalam meningkatkan kualitas dirinya. Tataran ini adalah Insan Kamilnya kaum Muslim, Jalma Winilisnya aliran kepercayaan tertentu atau Satriyapinandhita dalam konsepsi Jawa pada umumnya, Titik Omeganya Teilhard de Chardin atau Kresnarjunasamvadanya Radhakrishnan. Yang penting baginya bukan pengalaman itu, tetapi kualitas diri yang kita pertahankan secara konsisten dalam kehidupan nyata di masyarakat. Pengalaman tetaplah pengalaman, tak terkecuali pengalaman paling tinggi dalam bentuk Manunggaling kawula Gusti, yang tak lebih pula dari memperkokoh laku. Laku atau sikap dan tindakan kita sehari-hari itulah yang paling penting dalam hidup ini.

Kalau misalnya dengan kekhusuk-an manusia semedi malam ini, ia memperoleh pengalaman mistik atau pengalaman religius yang disebut Manunggaling Kawula-Gusti, sama sekali tidak ada harga dan manfaatnya kalau besok atau lusa lantas menipu atau mencuri atau korupsi atau melakukan tindakan-rindakan lain yang tercela. Kisah Dewa Ruci adalah yang menceritakan kejujuran dan keberanian membela kebenaran, yang tanpa kesucian tak mungkin Bima berjumpa Dewa Ruci.

Kesimpulannya, Manunggaling Kawula-Gusti bukan ilmu melainkan hanya suatu pengalaman, yang dengan sendirinya tidak ada masalah boleh atau tidak boleh, tidak ada ketentuan/aturan tertentu, boleh percaya atau tidak percaya.
Kita akhiri kisah singkat tentang Syekh Siti Jenar, dengan bersama-sama merenungkan kalimat berikut yang berbunyi : “Janganlah Anda mencela keyakinan/kepercayaan orang lain, sebab belum tentu kalau keyakinan/kepercayaan Anda itu yang benar sendiri”.*

Sidang para Wali

Sunan Giri membuka musyawarah para wali. Dalam musyawarah itu ia mengajukan masalah Syeh Siti Jenar. Ia menjelaskan bahwa Syeh Siti Jenar telah lama tidak kelihatan bersembahyang jemaah di masjid. Hal ini bukanlah perilaku yang normal. Syeh Maulana Maghribi berpendapat bahwa itu akan menjadi contoh yang kurang baik dan bisa membuat orang mengira wali teladan meninggalkan syariah nabi Muhammad.

Sunan Giri kemudian mengutus dua orang santrinya ke gua tempat syeh Siti Jenar bertapa dan memintanya untuk datang ke masjid. Ketika mereka tiba,mereka diberitahu hanya ALLAH yang ada dalam gua.Mereka kembali ke masjid untuk melaporkan hal ini kepada Sunan Giri dan para wali lainnya.Sunan Giri kemudian menyuruh mereka kembali ke gua dan menyuruh ALLAH untuk segera menghadap para wali. Kedua santri itu kemudian diberitahu, ALLAH tidak ada dalam gua, yang ada hanya Syeh Siti Jenar. Mereka kembali kepada Sunan Giri untuk kedua kalinya. Sunan Giri menyuruh mereka untuk meminta datang baik ALLAH maupun Syeh Siti Jenar.

Kali ini Syeh Siti Jenar keluar dari gua dan dibawa ke masjid menghadap para wali. Ketika tiba Syeh Siti Jenar memberi hormat kepada para wali yang tua dan menjabat tangan wali yang muda. Ia diberitahu bahwa dirinya diundang kesini untuk menghadiri musyawarah para wali tentang wacana kesufian. Didalam musyawarah ini Syeh Siti Jenar menjelaskan wacana kesatuan makhluk yaitu dalam pengertian akhir hanya ALLAH yang ada dan tidak ada perbedaan ontologis yang nyata yang bisa dibedakan antara ALLAH, manusia dan segala ciptaan lainnya.

Sunan Giri menyatakan bahwa wacana itu benar, tetapi meminta jangan diajarkan karena bisa membuat masjid kosong dan mengabaikan syariah. Siti Jenar menjawab bahwa ketundukan buta dan ibadah ritual tanpa isi hanyalah perilaku keagamaan orang bodoh dan kafir. Dari percakapan Siti Jenar dan Sunan Giri itu kelihatannya bahwa yang menjadi masalah bukanlah substansi ajaran Syeh Siti Jenar, tetapi cara penyampaian kepada masyarakat luas. Menurut Sunan Giri, paham/pandangan Syeh Siti Jenar belum boleh disampaikan kepada masyarakat luas sebab mereka bisa bingung, apalagi saat itu masih banyak orang yang baru masuk islam, karena seperti disampaikan di muka bahwa Syeh Siti Jenar hidup dalam masa peralihan dari kerajaan Hindu kepada kerajaan Islam di Jawa pada akhir abad ke 15 M.

Percakapan Syeh Siti Jenar dan Sunan Giri juga diceritakan dalam buku Siti Jenar terbitan Tan Koen Swie.

Pedah punapa mbibingung, (Untuk apa membuat bingung)
Ngangelaken ulah ngelmi, (Mempersulit ilmu)
Njeng Sunan Giri ngandika, (Kanjeng Sunan Giri berkata)
Bener kang kaya sireki, (Benar apa yang Syekh Siti Jenar Katakan)
Nanging luwih kaluputan, (Tetapi lebih keliru -kurang tepat-)
Wong wadheh ambuka wadi. (Orang berani membuka rahasia)
Telenge bae pinulung, (Kelihatannya saja menolong)
Pulunge tanpa ling aling, (Pertolongannya tanpa penghalang -tahapan-)
Kurang waskitha ing cipta, (Kurang waspada dalam cipta)
Lunturing ngelmu sajati, (-akan berakibat- Lunturnya ilmu sejati)
Sayekti kanthi nugraha, (Yang seharusnya diberikan sebagai anugerah -kepada yang mereka yang benar-benar telah matang-)
Tan saben wong anampani. (Yang diberikan kepada siapa saja)

Artinya :

Syeh Siti Jenar berkata,

Untuk apa kita membuat bingung, untuk apa pula mempersulit ilmu?, Sunan Giri berkata, benar apa yang anda ucapkan, tetapi anda bersalah besar, karena berani membuka ilmu rahasia secara tidak semestinya.
Hakikat Tuhan langsung diajarkan tanpa ditutup tutupi. Itu tidaklah bijaksana. Semestinya ilmu itu hanya dianugerahkan kepada mereka yang benar-benar telah matang. Tak boleh diberikan begitu saja kepada setiap orang.

Ngrame tapa ing panggawe
Iguh dhaya pratikele
Nukulaken nanem bibit
Ono saben galengane

Mili banyu sumili
Arerewang dewi sri
Sumilir wangining pari
Sêrat Niti Mani

. . . Wontên malih kacarios lalampahanipun Seh Siti Jênar, inggih Seh Lêmah Abang. Pepuntoning tekadipun murtad ing agami, ambucal dhatêng sarengat. Saking karsanipun nêgari patrap ing makatên wau kagalih ambêbaluhi adamêl risaking pangadilan, ingriku Seh Siti Jênar anampeni hukum kisas, têgêsipun hukuman pêjah.

Sarêng jaja sampun tinuwêg ing lêlungiding warastra, naratas anandhang brana, mucar wiyosing ludira, nalutuh awarni seta. Amêsat kuwanda muksa datan ana kawistara. Anulya ana swara, lamat-lamat kapiyarsa, surasa paring wasita.

Kinanti

Wau kang murweng don luhung, atilar wasita jati, e manungsa sesa-sesa, mungguh ing jamaning pati, ing reh pêpuntoning tekad, santa-santosaning kapti.
Nora saking anon ngrungu, riringa rêngêt siningit, labêt sasalin salaga, salugune den-ugêmi, yeka pangagême raga, suminggah ing sangga runggi.
Marmane sarak siningkur, kêrana angrubêdi, manggung karya was sumêlang, êmbuh-êmbuh den-andhêmi, iku panganggone donya, têkeng pati nguciwani.
Sajati-jatining ngelmu, lungguhe cipta pribadi, pusthinên pangesthinira, ginêlêng dadi sawiji,wijanging ngelmu jatmika,neng kaanan ênêng êning.

search

*
Categories
o Al-Mahdi akan mumcul di bulan Muharram
o Antara Syariat dan Tasawuf
o Buku Putih Islamisasi Tanah Jawa
o Cara melihat Tuhan
o Dari Zuhud Ke Tasawuf
o Dimana ALLAH Berada?
o FANA – Segalanya adalah bayangan
o Gerbang Dambaan Umat
o Hakekat Manunggaling Kawulo Gusti
o Hari Akhir dari berbagai Literatur
o Iman Dalam Pandangan Tasawuf
o Islam dan Kejawen
o Kesesatan Tasawuf
o Kesucian Yesus dan Peranannya
o Kisah Abu Yazid al Bustami
o KISAH NABI ISA
o KISAH NABI KHIDIR AS
o Makna Kafir dan Syuhada
o Mencari Allah
o Mencari Keabadian
o Menetralisir Ketegangan Karena Perbedaan
o Mengapa Syariat kontra Hakekat
o Mengenal Mursyid
o Menyuap Malaikat-Membeli Surga!
o OpenBSD
o Perang Armageddon
o Pesankan saya tempat di neraka !!!
o Raden Makdum Ibrahim
o Raden Mas Said
o Raden Paku
o Raden Rachmat
o Ragam Para Wali
o Rahasia dibalik Materi
o Renungan Tentang Rizki ALLAH
o Salah Satu Tanda Kiamat
o Sedikit Tentang ‘Ana Al-Haqq’
o Sejarah OpenBSD
o Sekilas Al Mahdi
o Sekilas Walisanga
o Serat Dewo Ruci
o Siapa Dajjal Itu ?
o Sindroma Salib
o Sosok Yesus Di Mata Santri Jawa
o Suluk Wujil
o Sunan Ampel
o Sunan Bonang
o Sunan Drajat
o Sunan Giri
o Sunan Kalijaga
o Syarif Hidayatullah
o Syarifuddin or Raden Qosim
o Syekh Lemah Abang
o Syekh Maghribi
o Syekh Maulana Maghribi
o Syekh Siti Jenar
o Tanda-tanda Kemunculan Al Mahdi
o Tanda-tanda Kiamat
o Tasawuf dan Realitas Historis
o Tokoh : Pengelana Sufi dari Iraq
o Tujuh golongan yg akan dinaungi oleh Allah
o Umur Umat Islam
o Urgensi Mursyid dalam Mendalami Agama
Archive
o October 2008
o October 2006
o September 2006
o August 2006
o July 2006
o June 2006
o May 2006
o March 2006
o
Blogroll
+ List Of Radio and TV
+ OpenBSD.org
+ planet-source-code.com
+ pure-FTPd.org
+ Squid-Cache.org
+ WordPress.com

*
Feeds
* Full
* Comments

* Theme: Regulus by Binary Moon.
* Blog at WordPress.com.
* Top

FREE WILL DAN PREDISTINATION

FREE WILL DAN PREDISTINATION

A. Mu’tazilah
Al-Juba’i menerangkan bahwa manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya, manusia berbuat baik dan buruk, patuh dan tidak patuh kepada Tuhan atas kehendak dan kemauannya sendiri. Dan daya (al-istita’ah) untuk mewujudkan kehendak itu telah terdapat dalam diri manusia sebelum adanya perbuatan. Pendapat yang sama juga diberikan oleh Abd al-Jabbar. Perbuatan manusia bukanlah diciptakan Tuhan melainkan manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatan. Perbuatan ialah apa yang dihasilakan oleh daya yang bersifat baharu. Manusia adalah mahluk yang dapat memilih.
Disini timbul pertanyaan, daya siapakah dalam faham Mu’tazilah yang mewujudkan perbuatan manusia, daya manusia atau daya Tuhan? Dari keterangan-keterangan Mu’tazilah diatas mungkin dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan manusia sebenarnya adalah prbuatan manusia itu sendiri dan bukan perbuatan Tuhan. Dengan demikian menjadi jelas bahwa bagi Mu’tazilah,daya manusialah dan bukan daya Tuhan yang mewujudkan perbuatan manusia. Daya Tuhan tidak mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatan-perbuatan manusia. Jadi dalam faham kaum Mu’tazilah, kemauan dan daya untuk mewujudkan perbuatan manusia adalah kemauan dan daya manusia sendiri. Dan tak turut campur dalamnya kemauan dan daya Tuhan.
Untuk memperkuat faham diatas, kaum Mu’tazilah membawa argumen argumen rasionil dan ayat-ayat Al-Qur’an. Argumen yang diajukan oleh Abd al-Jabbar adalah sebagai berikut: Manusia yang berbuat jahat terhdap sesama manusia, jika sekiranya perbuatan adalah perbuatan Tuhan dan bukan perbuatan manusia, perbuatan jahat itu mestilah perbuatan Tuhan dan Tuhan dengan demikian bersifat zalim, hal ini tak dapat diterima akal. Ayat-ayat yang diajukan Abd al-Jabbar, utuk memperkuat argumen-argumen rasionil diatas, antara lain adalah:



Ayat ini, kata Abd al-Jabbar mengandung dua arti, Pertama: ahsana berarti “berbuat baik” dan dengan demikian semua perbuatan Tuhan merupakan kebajikan kepada manusia, dan ini tidak mungkin, karena perbuatan-perbuatan Tuhan ada yang tidak merupakan kebajikan, seperti siksaan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Oleh karena itu yang dimaksud dengan ahsana di sini ialah arti ke dua yaitu baik. Semua perbuatan Tuhan adalah baik. Dengan demikian perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, karena diantara perbuatan-perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat.
Juga diajukan ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia akan mendapat balasan atas perbuatannya seperti:



Sekiranya perbutan manusia adalah perbuatan Tuhan dan bukan perbuatan manusia, pemberian balasan dari Tuhan atas perbuatan manusia, sebagaimana disebut dalam ayat ini, tidaka ada artinya. Agar ayat ini tidak mengandung dusta, Abd al-Jabbar mengatakan perbuatan-perbuatan manusia haruslah betul-betul perbuatan manusia.


Seterusnya dibawakan pula ayat:



Ayat ini memberikan manusia kebebasan untuk percaya atau tidak, sekiranya perbuatan manusia bukanlah perbuatan manusia, maka ayat ini tak ada artinya.
Maka jelaslah sudah bahwa bagi Mu’tazilah perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, tetapi adalah perbatan manusia sendiri.

B. Asy’ariyah
Kaum Asy’ariyah dalam hal ini lebih dekat kepada faham jabariyah dari pada kefaham Mu’tazilah. Manusia dalam kelemahanya banyak bergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan. Untuk menggambarkan hubungan perbuatan manusia dengan kemauan dan kekuasaan mutlak Tuhan, al-Asy’ari memakai kata al-kasb (acquisition, perolehan). Faham al-kasb sulit untuk dapat ditangkap, dan demikian sulitnya sehingga ucapan “ lebih sulit dari kasb al-Asy’ari menurut Abu Uzbah, telah menjadi perumpamaan.
Arti iktisab, menurut al-Asy’ari ialah bahwa sesuatu terjadi perantaraan dengan daya yang diciptakan dan dengan demikian menjadi perolehan atau kasb bagi orang yang dengan dayanya perbuatan itu timbul perbuatan itu. Didalam bukunya al-Luma’, ia memberi penjelasan yang sama. Arti yang sebenarnya dari al-Kasb ialah bahwa sesuatu timbul dari al- Muktasib (acquirer, yang memperoleh) dengan perantaraan daya yang diciptakan.
Term-term “diciptakan” dan “memperoleh” mengadung kompromi antara kelemahan manusia, diperbandingkan dengan kekiasaan mutlak Tuhan, dan pertanggungan jawab manusia atas perbuatan-perbuatannya. Kata-kata timbul dari yang memperoleh (waqa’a min al-muktasib) membayangkan kepasifan dan kelemahan manusia. Kasb atau perolehan mengandung arti keaktifan dan dengan demikian tanggung jawab manusia atas perbuatannya. Tetapi keterangan bahwa kasb itu adalah ciptaan Tuhan, menghilangkan arti keaktifan itu, sehingga akhirnya manusia bersifat pasif dalam perbuatan.
Argumen yang diajukan oleh al-Asy’ari tentang dicipkannya kasb oleh Tuhan adalah ayat:



Wa ma ta’malun, disini diartikan oleh al-Asy’ari “apa yang kamu perbuat’ dan bukan “apa yang kamu buat” dengan demikian ayat ini mengandung arti Allah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatan kamu. Jadi, dalam faham al-Asy’ari perbuatan-perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan. Dan tidak ada pembuat (fa’il atau agent) bagi kasb kecuali Allah. Sebenarnya pendapat al-Asy’ari yang demikian dapat dilihat dari uraianya mengenai perbuatan-perbuatan invonlunter (harkah al-idtirar) dari manusia. Dalam perbuatan-perbuatan invonlunter, kata al-Asy’ari, terdapat dua unsur, penggerak yang mewujudkan gerak dan badan yang bergerak. Penggerak yaitu pembuat gerak yang sebenarnya (al-fa’il laha ‘ala haqiqatiha), adalah Tuhan dan yang bergerak adalah manusia. Yang bergerak tidaklah Tuhan karena gerak menghendaki tempat yang bersifat jasmani. Dari uraian al-Asy’ari jelaslah kiranya bahwa Tuhan menciptakan perbuatan-perbuatan manusia adalah”Tuhanlah yang menjadi pembuat sebenarnya dari perbuatan-perbuatan manusia. Dan arti “timbulnya perbuatan-perbuatan dari manusia sebenarnya merupakan tempat bagi perbuatan-perbuatan Tuhan”. Oleh karena itu dalam teori al-Kasb sebenarnya tidak ada perbedaan al-Kasb deagan perbuatan involunter dari manusia.
Tetapi bagaimanapun pembuat dari kedua macam perbuatan itu, adalah Tuhan dan manusia hanya merupakan alat untuk berlakunya perbuatan Tuhan,
Dalam memperbincangkan soal kehendak Tuhan, al-Asy’ari menegaskan bahwa Tuhan menghendaki segalah apa yang mungkin dikehendaki. Ayat yang dipakai untuk memperkuat pendapatnya adalah:



Yang diartikan oleh Asy’ari bahwa manusia tidak bisa menghendaki sesuatu kecuali jika Allah menghendaki manusia supaya menghendaki sesuatu itu. Jadi seseorang tidak bisa menghendaki pergi ke Makkah kecuali jika Tuhan menghendaki seseorang itu supaya berkehendak ke Makkah.
Al-Ghazali juga memberikan keterangan yang sama. Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia dan daya untuk berbuat dalam diri manusia. Perbutan manusia terjadi dengan daya Tuhan dan bukan dengan daya manusia, sungguhpun yang tersebut terakhir ini erat hubungannya dengan perbuatan itu. Oleh karena itu tak dapat dikatakan bahwa manusialah yang menciptakan perbuatannya. Dalam faham Asy’ari untuk mewujudkan perbuatan perlu ada dua daya, daya Tuhan dan daya manusia. Tetapi yang berpengaruh dan yang efektif pada akhirnya dalam perwujudan pebuatan manusia ialah Tuhan. Sebagaimana diterangkan al-Isfarayini daya manusia tidaklah efektif kalau tidak disokong oleh daya Tuhan.
Demikian faham al-kasb sebagaimana diterangkan oleh pemuka Asy’ariyah, Muhammad Abduh memberi penjelasan yang lain mengenai, yang didasarkan atas definisi al-kasb yang diberikan oleh al-Syahrastani. Dalam al-Milal al-Syahrastani mengatakan bahwa al-kasb adalah perbuatan yang terletak didalam lingkungan kekuasaan daya yang diciptakan, dan diwujudkan dengan perantaraan daya yang diciptakan. Definisi ini menurut Abduh mengandung arti bahwa daya manusia turut serta (li al-qudrah madkhal) dalam perwujudan perbuatan. Oleh karena itu Abduh berpendapat bahwa manusia dalam teori al-kasb tidaklah seluruhnya bersifat pasif, sebagaimana dalam halnya faham Jabariyah atau predestination.

C. Maturidiyah Bukhara dan Samarkhan.
Berpendapat kemauan manusia adalah sebenarnya kemauan Tuhan. Ini berarti bahwa perbuatan manusia mempunyai wujud atas kehendak Tuhan dan bukan atas kehendak manusia. Dan ini selanjutnya mengandung arti fatalisme (paksaan) dan bertentangan dengan faham Maturidi tentang kebebasan memilih yang disebut diatas. Tetapi sebagai pengikut Abu Hanifah al- Maturidi membawa kedalam hal ini faham masyi’ah (kemauan dan ridho atau kerelaan). Manusia melakukan perbuatan baik dan buruk atas kehendak Tuhan tapi tidak selamanya dengan kerelaan hati Tuhan.
Jadi kehendak dalam faham Maturidi bukanlah kehendak bebas seperti yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Kebebasan kehendak disini bukanlah kebebsan untuk berbuat sesuatu yang tak dikehendaki Tuhan, tetapi kebebasan untuk berbuat sesuatu yang tidak disukai Tuhan. Dengan perkataan lain kebebasan kehendak manusia hanya merupakan kebebasan dalam memilih antara apa disukai dan tidak disukai Tuhan. Jelas bahwa kebebasan serupa ini lebih kecil dari kebebasan dalam menentukan kehendak yang terdapat dalam aliran Mu’tazilah.
Dengan demikian kehendak dan daya berbuat bagi Al- Maturidi adalah kehendak dan daya manusia dalam arti sebenarnya bukan dalam arti kiasan. Adapun Maturidiyah Bukhara, menurut al- Bazdawi kehendak berbuat adalah sama dengan kehendak yang terdapat dalam faham golongan Samarkand. Mereka juga mengikuti Abu Hanifah dalam faham kehendak dan kerewlaan hati Tuhan. Kebebasan kehendak bagi mereka hanyalah kebebasan untuk berbuat tidak dengan kerelaan hati Tuhan. Daya juga sama yaitu daya diciptakan bersama-sama dengan perbuatan. Golongan ini juga berpendapat bahwa untuk mewujudkan perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk menciptakan daya yang ada pada manusia bisa untuk melakukan perbuatan. Hanya Tuhan yang dapat mencipta.
D. Kesimpulan

Aliran Kehendak Daya Perbuatan
Mu’tazilah Manusia Manusia Manusia
Maturidiah Samarkand Manusia Manusia Manusia
Maturidiah Bukhara Tuhan Tuhan ( efektif )
Manusia Tuhan (sebenarnya)
Manusia (kiasan)
Asy’ariah Tuhan Tuhan (efektif)
Manusia
(tidak efektif) Tuhan (sebenarnya)
Manusia (kiasan)
Jabariah Tuhan Tuhan Tuhan



DAFTAR PUSTAKA
Nasution,Harun.1986. Theology islam aliran-aliran sejarah analisa perbandinagan agama. Jakarta;Bulan bintang
Al- Baqillani.Penmikiran Baqilani (Study tentang kesamaan dan perbedannya dengan As ‘Ariyah).








FREE WILL DAN PREDISTINATION

Tugas Ini Di Susun Guna Memenuhi Mata Kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu: Drs. Sudarno Sobron, M.Ag





Disusun Oleh:

Mukhammad Khakim
H 000080002


USHULUDDIN
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
MAKALAH
Penjelasan Pengakuan Iman Rosuli
dalam Katekismus Heidelberg

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kristologi
Dosen Pengampu: Drs. H.M. Darojat Ariyanto, M.Ag










Nama : Erviana Nur Izzati
NIM : H 000 080 001


JURUSAN USHULUDDIN
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010



A. Pengertian Katekismus
Katekismus adalah ringkasan atau uraian dari doktrin, yang biasanya digunakan dalam pengajaran agama Kristen sejak masa Perjanjian Baru hingga sekarang. Katekismus adalah manual doktrin dalam bentuk tanya-jawab untuk dihafalkan. Atau dapat diartikan pula sebagai kitab pelajaran agama Kristen dalam bentuk daftar tanya jawab. Format ini melibatkan dua pihak, yaitu guru dan siswa, atau orang tua dan anak.
Katekisasi adalah bentuk dasar pelajaran agama, biasanya disampaikan secara lisan dan di bawah bimbingan seorang orang tua, pendeta atau pastor, guru agama, atau orang-orang lain yang memegang jabatan tertentu di gereja (termasuk diakon, biarawan atau biarawati yang mengajukan serangkaian pertanyaan dan memberikan petunjuk kepada para siswanya untuk memahami jawaban-jawaban yang diberikan.
Kateketik adalah praktik pengajaran ini, atau pembelajarannya, termasuk latihan dalam memberikan pengajaran ini. Katekumen adalah orang yang terlibat dalam pengajaran keagamaan ini.
Contohnya adalah Katekismus Baltimore Katolik Roma yang terkenal dari abad ke-19:
1. T. Siapakah pencipta bumi ini?
J. Pencipta bumi ini adalah Allah.

2. T. Siapakah Allah?
J. Allah adalah Pencipta langit dan bumi,
dan segala sesuatu yang ada lainnya.

3. T. Apakah manusia itu?
J. Manusia adalah makhluk yang terdiri dari
Tubuh dan jiwa, dan diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah.

B. Katekismus Heidelberg
Katekiskmus ini disusun oleh suatu panitia yang dibentuk oleh Friedrich III dari Kurpfalz. Kurpfalz adalah sebuah daerah otonom di kekaisaran Jerman yang beribukota di Heidelberg.
Sebelum pekerjaan menyusun katekismus ini dimulai, dua orang teolog muda yang kemudian menjadi anggota panitia penyusunannya, yaitu Zacharius Ursinus dan Caspar Olevianus, telah menyusun rancangan katekismus ini. Rancangan ini diterima oleh Sinode Gereja di Kurpfalz pada 1563.
Terbitan rancangan yang pertama ini segera disusul dengan edisi kedua dan ketiga pada tahun yang sama. Edisi yang ketiga memuat kalimat dengan kata-kata yang tajam yang intinya menolak ajaran transubstansiasi yang diterima sebagai ajaran resmi Gereja Katolik Roma pada 1215 dan yang kemudian diperkuat lagi oleh Konsili Trente pada 1562, ditambah dengan ucapan kutuk atas semua orang yang menganut pandangan Protestan. Sikap inilah yang ditanggapi dengan kutukan balik seperti yang tercantum dalam Katekismus Heidelberg.
Pada saat Katekismus Heidelberg diterbitkan, di daerah Kurpfalz tinggal sejumlah pengungsi dari Belanda yang lari dari negaranya karena penindasan agamaoleh agama katolik yang mereka alami. Di Kurpfalz mereka diterima oleh raja. Seorang pendeta Belanda yang ikut mengungsi di situ segera menerjemahkan Katekismus ini ke dalam bahasa Belanda, dan dalam beberapa tahun kemudian Gereja-gereja Protestan di Belanda menjadikan Katekismus ini sebagai bahan resmi pengajaran katekisasi mereka. Semua pendeta Protestan di Belanda juga diwajibkan menandatangani pernyataan persetujuan mereka atas dokumen ini.
Isi Katekismus ini tidak hanya dijadikan bahan pelajaran katekisasi, tetapi juga sebagai bahan khotbah dalam kebaktian-kebaktian di hari Minggu sore.
Selanjutnya, dengan datangnya orang Belanda ke Indonesia, Katekismus Heidelberg pun mulai dikenal orang-orang Kristen di Indonesia. Pada 1623 katekismus ini diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Pdt. Seb. Danckaerts.
Hingga kini Katekismus Heidelberg masih banyak digunakan di kalangan Gereja-gereja yang berasal dari zending Gereja-gereja Gereformeerd di Belanda, yaitu gereja-gereja di Jawa Tengah, Sumba, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Sebagian Gereja lagi menganggap isi Katekismus ini sudah tidak lagi mencerminkan hubungan antara Gereja Protestan (khususnya Calvinis) dengan Gereja Katolik Roma baik di Indonesia maupun di tingkat dunia, sehingga katekisasi ini hanya dijadikan dokumen sejarah belaka.

C. Penjelasan Pengkuan Iman Rasuli dalam Katekismus Heidelberg
Di dalam Katekismus Heidelberg ada penjelasan lebih terperinci mengenai isi dari Pengakuan Iman Rasuli atau Symbolum Apostolikum. Di sini tidak semua isi dari Katekismus ditulis, hanya beberapa saja yang berkaitan dengan Pengakuan iman Rasuli ditulis, yaitu:

a. “Aku percaya kepada Allah Bapa yang mahakuasa, Khalik langit dan bumi.”
Maksudnya:
“Bahwa Bapa yang kekal dari Tuhan kita Yesus Kristus, yang sudah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, dengan tidak memerlukan bahan suatu apapun 1), yang memelihara dan memerintah atas nya menurut keputusan musyawarat-Nya yang kekal dan pemeliharaan-Nya 2), karena Anak-Nya, yaitu Kristus, menjadi Allah dan Bapa saya 3), dan saya percaya kepada-Nya, sehingga saya tidak bimbang lagi, bahwa Ia akan memelihara saya dalam keperluan bagi badan dan jiwa saya 4), dan segala bencana yang ditimpakan-Nya atas saya di dunia yang penuh sengsara ini, akan diubah-Nya menjadi kebaikan untuk saya 5), karena Ia sanggup berbuat demikian sebagai Allah yang Mahakuasa 6), dan ia berkehendak pula melakukan itu sebagai Bapa yang setiawan 7).

Dalil:
1) Kej 1: 1. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.
2) Mzm 145: 15,16. Maka sekalian orang menantikan Engkau, dan Engkaupun memberi mereka makanan pada waktunya; Engkau yang membuka tangan-Mu dan berkenan mengenyangkan segala yang hidup.
3) 2 Kor 6: 18. Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anak-Ku perempuan, demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa.
4) Mzm 55: 23. Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.
5) Rm 8: 28. Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana-Nya.
6) Mat 7: 11. Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga? Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.

b. “Kristus.”
Maksudnya:
“Sebab ia sudah ditetapkan oleh Allah Bapa dan diurapi dengan Roh Kudus 1) menjadi Nabi dan Guru kita yang termulia 2), yang dengan sempurna menyatakan kepada kita segala keputusan musyawarat dan kehendak Allah yang tersembunyia, untuk keselamatan kita 3), dan juga sebagai Imam Besar kita satu-satunya 4), yang sudah menebus kita dengan kurban satu-satunya, yaitu badan-Nya sendiri 5), dan yang senantiasa menjadi Pengantara kita di hadapan Allah dengan syafaat-Nya 6), dan menjadi Raja kita yang kekal, yang memerintah kita dengan Firman dan Roh-Nya serta melindungi dan memelihara kita dalam keselamatan yang diperoleh-Nya 7).

Dalil:
1) Luk 4: 18. Roh Kudus ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.
2) Ul 18: 15. Seorang nabi dari tengah-tengahmu, dari antara saudara-saudaramu, sama seperti aku, akan dibangkitkan bagimu oleh TUHAN, Allahmu: dialah yang harus kamu dengarkan.
3) Yoh 1: 18. Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dial ah yang menyatakan-Nya.
4) Mzm 110: 4. Tuhan telah bersumpah, dan Ia tidaknyesal: “Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek.”
5) Ibr 10: 14. Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang Ia kuduskan.
6) Rm 8: 34. Kristus Yesus yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?
7) Yoh 10: 28. Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.

c. “Anak Allah yang tunggal.”
Maksudnya:
“Sebab hanya Kristus sajalah yang sungguh-sungguh Anak Allah dan yang kekal 1), tetapi kita dianugerahi menjadi anak angkat Allah karena Dia 2).

Dalil:
1) Yoh 1: 14. Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.
2) Yoh 1: 12. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.

d. “Tuhan kita.”
Sebab ia sudah menebus badan dan jiwa kita dari segala dosa, bukan dengan emas atau perak, melainkan dengan darah-Nya yang tak ternilai harganya itu, dan melepaskan kita dari segala kuasa iblis, dan dengan demikian Maksudnya:
kita dijadikan hak milik-Nya 1).

Dalil:
1) 1 Ptr 1: 18-19. Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak ternoda dan tak tercacat.

e. “Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria.”
Maksudnya:
“Bahwa Anak Allah yang kekal itu, yang tetap 1) tinggal Allah sejati dan kekal 2), sudah memakai tabiat manusia sejati dari pada daging dan darah Maria 3) oleh karena pekerjaan Roh Kudus 4), supaya Ia juga menjadi keturunan Daud sejati 5), dalam segala hal serupa dengan saudara-saudara-Nya 6), terkecuali dari dosa 7).

Dalil:
1) Kor 1: 15. ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan.
2) 1 Yoh 5: 20b. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal.
3) Gal 4: 4. tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hokum Taurat.
4) Luk 1: 25. Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Alah Yang Mahatinggi akan menaunghi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.”
5) Rm 1: 2. Tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud.
6) Ibr 2: 17. Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.
7) Ibr. 4: 15. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besaryang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.

f. “Menderita.”
Maksudnya:
“Bahwa badan dan jiwa-Nya, selama Ia ada di dunia, tetapi terutama pada akhir hidup-Nya, sudah menanggung murka Allah atas dosa-dosa sekalian umat manusia 1), supaya dengan sengsara-Nya, sebagai kurban perdamaian yang satu-satunya 2), Ia melepaskan badan dan jiwa kita dari hukuman laknat yang kekal 3), dan dengan demikian memperoleh bagi kita anugerah Allah, keadilan dan hidup yang kekal 4).

Dalil:
1) Yoh 53: 4. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.
2) 1 Kor 5: 7. Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus.
3) Gal 3: 13. Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib !”
4) 2 Kor 5: 21. Dia yang tidak mengenal dosa teah dibuatnya menjadi dosa karena kita, supayadalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.

g. “menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.”
Maksudnya:
“Supaya ia, walaupun tidak ada salah-Nya. Dihukum di hadapan pengadilan dunia 1), dan dengan demikian melepaskan kita dari hukuman Allah yang keras,yang akan berlaku atas kita 2).”

h. “Dikuburkan.”
Maksudnya:
“Supaya dengan itu dinyatakan,bahwa Ia sudah mati dengan sesungguhnya 1).”

i. “Turun ke dalam kerajaan maut.”
Makudnya:
“Supaya dalam godaan-godaan yang paling sengit, saya mendapat keyakinan dan hiburan yang sungguh-sungguh, bahwa Tuhan kita Yesus Kristus telah melepaskan saya dari pada ketakutan dan kesakitan neraka 1), oleh karena ketakutan yang tidak tepermaknai, nestapa, kegentaran dan siksa neraka yang diderita-Nya pada seluruh masa sengsara-Nya, tetapi teristimewa di kayu salib 2).”

j. “Naik ke sorga.”
Makudnya:
“Bahwa di hadapan murid-murid-Nya Kristus terangkat dari bumi ke sorga 1), dan bahwa Ia berada di sana guna kebaikan kita 2), sampai Ia kembali lagi akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati 3).”

k. “Gereja yang kudus dan am.”
Maksusnya:
“Bahwa dari segenap umat manusia 1), dengan Roh dan Firman-Nya 2), dalam kesatuan iman yang benar 3), sejak awal dunia sampai akhir zaman 4), Anak Allah 5), mengumpulkan, melindungi dan memelihara bagi-Nya 6), satu jemaat yang terpilih untuk beroleh hidup yang kekal 7); dan bahwa saya adalah anggota yang hidup dari pada jemaat itu 8) dan akan tetap jadi anggotanya untuk selama-lamanya 9).”

l. “Dengan persekutuan orang kudus.”
Maksudnya:
“Pertama, bahwa segala orang beriman, baik seanteronya maupun secara oknum, sebagai anggota tergolong dalam persekutuan Kristus dan mendapat bagian dari kekayaan dan karunia-Nya 1). Kedua, bahwa tiap-tiap orang harus merasa dirinya wajib mempergunakan segala karunia yang didapatnya guna kebaikan dan kebahagiaan anggota yang lain-lain, dengan sukarela dan sukacita 2).”



m. “Pengampunan dosa.”
Maksudnya:
“Bahwa Allah, karena penggantian dan pelunasan oleh Kristus, sama sekali tiap lagi hendak mengingat akan dosa-dosa serta watak saya yang berdosa, yang selama hidup saya harus saya lawan 1), tetapi dengan anugerah hendak memberikan keadilan Kristus kepada saya 2), supaya saya sama sekali tidak lagi kena hokum Allah 3).”

n. “Kebangkitan daging.”
Maksudnya:
Bahwa sesudah hidup ini bukan hanya jiwa saya yang segera akan diangkat kepada Kristus, yang menjadi Kepalanya itu 1), melainkan juga daging saya ini akan dibangkitkan lagi dengan jiwa saya, akan jadi serupa dengan tubuh Kristus yang mula itu 2).

o. “Hidup yang kekal.”
Maksudnya:
Bahwa, karena sekarang ini juga saya sudah mulai merasakan sedikit dari pada kesukaan yang kekal itu 1), maka sesudah hidup ini saya akan beroleh selamat yang sempurna, yang belum pernah dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga, dan belum pernah timbul dalam hati manusia, dan kesemuanya itu, supaya saya memuji Allah untuk selama-lamanya 2) (BPK, 1982: 19-38).
Lafadl Initiatives

other worlds are possible
Aliran Kepercayaan Kini
Senin, 12 Oktober 2009

Oleh:Susan Rakugaki

Seiring terus berkembangnya zaman, pola pemikiran manusia pun semakin berkembang maju. Tak terkecuali dalam hal kepercayaan. Bukanlah suatu hal yang aneh ketika suatu masyarakat meyakini suatu kepercayaan tertentu yang oleh masyarakat luas bahkan tidak dianggap bahwa itu adalah agama. Contoh kecil saja di Jawa. Berbagai aliran menjalar dikalangan masyarakat kebanyakan. Sapto Dharmo, kejawen, adam ma’ripat, dsb.

Entah apa yang menbedakan antara yang satu dengan yang lainnya. Apakah konsep tentang ketuhanan mereka berbeda? Atau bahkan mungkin keberagaman budayakah yang membuat pemahaman tentang Tuhan itu berbeda-beda? Mengingat bangsa Indonesia merupakan bangsa yang multi kultural baik dari segi bahasa, suku, ras, dsb, maka tak heran jika pemahaman mereka tentang apa itu Tuhan (baca: sesuatu yang dianggap harus disembah). Tentunya kita tidak bisa menyamakan begitu saja dalam masyarakat umum bahwa apa yang biasa dipuja itu bernama Tuhan. Nyatanya bagi masyarakat pedalaman, mereka bahkan tak mengenal apa itu artinya Tuhan.

Dari dulu hingga sekarang kehidupan manusia tak lepas dari berbagai kebutuhan. Tentunya spiritualitas pun menjadi suatu kebutuhan tersendiri bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Berbagai hal dilakukan untuk dapat memenuhi apa yang mereka anggap sebagai kepuasan spiritual. Dalam suatu ajaran jawa misalnya. Seseorang dianggap telah mempunyai daya spriritual yang bagus dan dekat dengan Tuhannya ketika telah melakukan berbagai macam puasa. Dan jangan salah, puasa disini berbeda dengan puasa yang biasanya dilakukan oleh umat islam. Kegiatan sahur dan berbuka jelas tidak terdapat dalam ajaran ini. Dan kegiatan puasanya pun harus benar-benar dengan kemantapan. Tapi bukan berarti dalam islam tidak ada kemantapan ketika umatnya melaksanakan puasa.

Bagi sebagian penganut ajaran tertentu, biasanya ada semacam ritual yang dilakkan oleh para penganutnya. Entah itu ketika ada suatu kejadian besar atau bahkan ketika memperingati suatu kejadian tertentu dimasa lampau. Biasanya ritual-ritual itu dilakukan dengan menyajikan beragam sesajen, makanan, buah-buahan, beberapa jenis bunga tertentu dan tak lupa kemenyan dan arangnya. Tentunya sebelum sesajen itu siap untuk disajikan, terlebih dahulu diberi jampi-jampi oleh seseorang yang dianggap tetua atau yang paling mengerti ttg hal tsb.

Beragam kegiatan spiritual yang lainnya masih sangat banyak di nusantara ini. Aliran Kejawen dengan beragam jenis puasanya, Sapto dharmo dengan semedinya yang menghadap timur (sejenis shalat dalam islam), dan lain sebaginya. Bahkan di Jawa sekalipun masih banyak hal-hal serupa yang bahkan mungkin tidak terangkat ke permukaan. Entah itu ritual mandi kembang, mencuci benda pusaka pada bulan tertentu, mitemeyan, dsb. Kesemuanya itu tentu saja tak lepas dari pro kontra masyarakat luas. Apalagi bagi masyarakat Islam. Karena dalam Islam sendiri kegiatan semacam itu dianggap termasuk syirik (menyekutukan Tuhan). Konsep suatu aliran memang tidak akan pernah bisa disamakan dengan konsep agama. Ada suatu ketentuan tersendiri untuk suatu aliran bisa disebut agama. Atau bahkan mungkin agama itu sendiripun masih belum jelas pengertian secara khususnya. Yang saya ketahui, sesuatu itu bisa disebut agama ketika ada Tuhan, kitab suci, dan tentunya utusan pembawa kitab suci itu sendiri (dalam Islam: Nabi dan Rasul). Sedangkan aliran itu sendiri biasanya merupakan suatu kepercayaan yang dianut secara turun temurun dari nenek moyang kita ada zaman dulu. Kebanyakan masyarakat menyebutnya sebagai adat yang harus senantiasa dilestarikan dan tak boleh ditinggalkan begitu saja. Walau begitu, sebagian masyarakat lainnya menyebut hal itu adalah suatu perbuatan yang jelas melanggar ketentuan beragama.

Walaupun demikian, masih ada saja yang mencampur-baurkan aliran-aliran tersebut kedalam agamanya. Hal itu terjadi karena proses penyebaran agamanya sendiri yang dibuat memasyarakat. Biasanya, masyarakat yang terlibat adalah mereka yang menganggap bahwa apa yang mereka lakukan adalah semata-mata hanya menjaga apa yang telah ditinggalkan oleh leluhur dan nenek moyang mereka, atau kita sebut sebagai adat istiadat. Bagi sebagian masyarakat Islam yang juga ikut melakukan beragam ritual tadi, adat istiadat menjadi alasan bagi mereka untuk tetap dapat melakukan aktifitas ritualnya. Bahkan agar terlihat lebih islami, jampi-jampi yang digunakan pun memakai bahasa arab. Padahal di Islam sendiri tidak ada jampi-jampi atau semacamnya untuk itu. Bahkan hal tersebuh dalam Islam benar-benar dianggap suatu kesyirikan.

Lalu apakah ketika ada suatu ajaran yang mengganggap bahwa hal itu haram maka ritual bisa dikatakan menyesatkan? Padahal mungkin kebiasaan ritual itu telah ada sebelum suatu ajaran agama menyebar masuk di pulau Jawa. Bagi masyarakat yang terbiasa dengan kegiatan ritual tersebut tentu saja membantah bahwa aliran tersebut sesat. Dikeluarga saya sendiri misalnya. Kakek dan nenek saya termasuk orang-orang yang terbiasa melakukan ritual-ritual seperti itu. Ketika suatu hari kakak sepupu saya menegur mereka dengan alas an bahwa apa yang telah mereka lakukan itu tidak sesuai dengan ajaran agama. Namun apa jawaban mereka? Menurut mereka, apa yang telah mereka lakukan adalah suatu hal yang turun menurun keluarga kami lakukan dan harus ada yang meneruskan. Bukan berarti menyimpang dari ajaran agama, bantah mereka. Tapi meneruskan apa yang telah leluhur kami tinggalkan. Lagipula dalam prakteknya juga banyak sekali lafadl-lafadl dan asma-asma yang berbau Islam yang mereka ucapkan. Begitu seterusnya. Ketika suatu malam (sekitar jam 01.00 dini hari) saya pernah juga dibangunkan untuk ikut memandikan barang-barang pusaka peninggalan leluhurkami dengan air dari tujuh sumur dan disertai bunga tujuh rupa. Ketika kami sedang focus membersihkan benda-benda yang diantaranya adalah batu-batuan, potongan taring (entah dari hewan apa), beberapa keris berbagai ukuran, dan sebagainya kakek saya mengatakan bahwa apa yang sedang kami lakukan bukanlah suatu kemusyrikan, ini kebiasaan katanya. Dan setelah itu air yang telah digunakan untuk mencuci benda-benda tersebut diberi jampi-jampi oleh kakek saya dengan semacam bacaan berbahasa arab. Setelah itu sayapun disuruh menggunakan air tersebut untuk mandi saat itu juga.

Masih banyak contoh-contoh ritual lainnya dalam berbagai aliran lainnya.

Jika boleh dibedakan, aliran kepercayaan di Indonesia itu ada yang berbentuk suatu ajaran dan adapula yang tidak. Agama termasuk kedalam aliran kepercayaan yang berbentuk ajaran karena dalam suatu agama, ilmu itu haruslah diberikan diajarkan dikembangkan. Hal tersebut membuat suatu agama bisa bertahan turun menurun antar generasi. Kalaupun tidak demikian, agama bisa dipelajari lewat kitab sucinya dan kitab-kitab pendukung lainnya.

Adapun aliran kepercayaan yang tidak berbentuk suatu ajaran ada yang namanya Subud.

“Meskipun Subud bersumber pada pengalaman-pengalaman dalam bidang keagamaan, Subud sendiri bukanlah agama atau ajaran. Subud merupakan pengakuan terhadap kekuasaan Tuhan, yang meliputi dan menguasai seluruh alam raya, baik yang kasatmata maupun yang gaib. Subud juga merupakan pengalaman tentang faal kekuasaan Tuhan di dalam kepribadian manusia. Di dalam Subud sama sekali tidak terdapat dogma atau pendeta. Tidak terdapat pula penguasa selain Tuhan Yang Maha Esa.” Beberapa kaliamat yang saya kutip dari internet tentang Subud

Subud merupakan aliran kepercayaan khas Indonesia. Seperi kutipan internet diatas, Subud memang bukanlah suatu agama ataupun ajaran. Aliran kepercayaan Subud ini lebih cenderung kepada latihan kejiwaan dimana para penganutnya tidak mempelajari tata cara ibadah ataupun sebagainya. Didalam Subud, kita hanya perlu meyakini kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, bertawakal, sabar, ikhlas dan memasrahkan semua kehendak pribadi kita terhadapNya. Subud tidak bersifat ketimur-timuran ataupun kebarat-baratan. Subud juga meyakini bahwa Tuhan tidak bias dicapai oleh akal pikiran manusia. Walaupun Subud bukanlah suatu ajaran ataupu agama, tapi Subud mengakui adanya sesuatu yang menciptakan, menguasai dan memiliki alam jagat raya ini. Sesuatu yang benar-benar Maha diatas segalanya yang diyakini sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Sekilas memang tampak seperti apa yang kita kenal dalam islam. Tapi Subud berbeda dengan Islam. Tidak ada shalat, puasa, zakat, haji, dan semacamnya.

Yang saya pikirkan mengenai Subud berhubungan sekali dengan tulisan saya sebelumnya tentang konsep Tuhan. Kembali kepada alasan saya mengapa menulis tentang konsep Tuhan yaitu bersumber dari sebuas buku kecil yang berisi kumpulan cerpen yang salah satu cerpennya menyinggung tentang Tuhan. Dalam cerpen tersebut digambarkan bahwa semua jenis Tuhan dari berbagai agama itu setara. Entah itu adalah Tuhan Allah, Tuhan Yesus, Budha dan yang lainnya. Sempat saya mengajukan sebuah pertanyaan, apakah mungkin apa yang dipaparkan dalam cerpen itu benar?? Jangan-jangan memang ada Tuhan lain yang ternyata adalah Maha Tuhan dari Tuhan-Tuhan yang manusia yakini. Nah, ketika sekilas saya membaca artikel mengenai Subud disebuah situs di internet saya berpikir, apa mungkin Tuhan yang dimaksud adalah Maha Tuhan dari Tuhan-Tuhan itu???

Subud merupakan singkatan tiga kata Sanskerta, yaitu Susila, Budhi, dan Dharma. Di dalam Subud ketiga kata tersebut ditafsirkan sebagai berikut: Susila berarti budi pekerti manusia yang baik, sejalan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Budhi berarti daya kekuatan diri pribadi yang ada pada diri manusia. Dharma berarti penyerahan, ketawakalan, dan keikhlasan terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Setelah kontak dengan daya atau kekuatan Tuhan (Budhi) diterimanya, pelatih menyerah kepada bimbingan Tuhan (Dharma), dan, dengan demikian, dituntun kepada budi pekerti yang utama (Susila). Bimbingan Tuhan seperti itu dialami baik di dalam latihan kejiwaan maupun di dalam kehidupan.

Cukup sepertinya pembicaraan tentang Subud ini. Saya tidak ingin nantinya malah dianggap ikut menyebarkan aliran kepercayaan Subud.

Berbagai aliran kepercayaan baik itu berupa ajaran ataupun bukan, sudah menjadi mekanan sehari-hari masyarakat Indonesia. Suatu kebutuhan pokok selain sandang, pangan dan papan. Tiap orang pasti tak lepas dari doa. Baik yang disadari ataupun tidak. Seseorang yang bahkan mengakui bahwa dirinya Atheis pun saya pikir dia tidak mungkin tidak pernah berdoa walaupun mungkin dia bahkan tidak tahu kepada siapa sebenarnya dia berdoa. Sebuah harapan yang timbul dalam diri seseorang pun sangat bias sekali dikategorikan sebagai doa.

Posted by lafadl
Filed in BKB
Tags: agama, aliran kepercayaan, subud
3 Comments »
3 Responses to “Aliran Kepercayaan Kini”

1.
Asrul Says:

Jumat, 25 Juni 2010 at 6:50 pm

Posting yang mencerahkan… kita jadi tahu wajah aliran kepercayaan di Indonesia
Balas
2.
susan rakugaki Says:

Kamis, 2 September 2010 at 8:38 pm

wah… baru liat lagi setelah sekian lama tulisanku… :p
Balas
3.
susan rakugaki Says:

Kamis, 2 September 2010 at 8:51 pm

@asrul… terimakasih…
Balas


Leave a Reply
Klik di sini untuk membatalkan balasan.

Name (required)

E-mail (required)

Website

Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel.

Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.

*
Halaman
o DONASI
o PESAN BUKU
o TENTANG LAFADL
o TIM KERJA
*
Dari Lafadl
o Mailing List lafadl
o Perpustakaan Lafadl
o Pingsoet “Oblong Kampanye”
o Situs Lafadl
*
link artikel
o African Studies and the Postcolonial Challenge (Rita Abrahamsen)
o An Invisible Writes Back: Jamaica Kincaid Answers Jane Austen (Temperance David)
o Articulating Indigenous Identity in Indonesia (Tania Murray Li)
o Capital, Class and the State in the Global Political Economy (William K Tabb)
o Census, Map, Museum (Ben Anderson)
o Madness Silenced: A Foucauldian Reading of Paul Sayer’s The Comforts of Madness (Bruce Sarbit)
o Renegotiating Culture and Society in a Global Context (Stacy Takacs)
o What is multiculturalism? (Bhikhu Parekh)
*
Link Jurnal
o Journal of Human Sciences
o Jurnal Martin V. Bruinessen
o Jurnal Monthly Review
o Jurnal Poskolonial Jouvert
*
Links
o Anggit Saranta
o BengkelKerjaBudaya
o Desantara
o Ecosoc Rights
o Gebrak Lapindo!!!
o Globalissues
o Hairus Salim HS
o Heru Prasetia
o Hikmat Budiman
o INDONESIA’S URBAN STUDIES
o Indonesian Islamic Philology
o Informasi Beasiswa
o M. Nurkhoiron
o M. Syihabuddin
o Media Jogja
o Mh. Nurul Huda
o Monang Naipospos
o Mujtaba Hamdi
o Ngangsu Kawruh
o Philips Vermonte
o serikat petani pati
o Sujud Dartanto
o Sumedi
o The Critical Theory Website
o Urban Poor Consortium
o Urban Poor Linkage
o Yayasan Interseksi
o Zed Books
*
buku-buku Lafadl
kincaid

globalisme

comfort

sampul depan tab

sampul depan mbak rita

More Photos
*
LAFADL INITIATIVES
Other Worlds are Possible
*
Pencarian untuk:
*
Arsip
o Februari 2010
o Oktober 2009
o Maret 2009
o Februari 2009
o November 2008
o Oktober 2008
o Juli 2008
o Juni 2008
o April 2008
o Februari 2008
o Januari 2008
o Desember 2007
o November 2007
o Oktober 2007
o September 2007
o Agustus 2007
o Juli 2007
o Juni 2007
o Mei 2007
o April 2007
o Maret 2007
o Februari 2007
o Januari 2007
o Desember 2006
o November 2006
o Oktober 2006
o September 2006
o Agustus 2006
o Juli 2006
o Juni 2006
o Mei 2006
o April 2006
o Maret 2006
*
Meta
o Daftar
o Masuk log
o RSS Entri
o RSS Komentar
o WordPress.com

Theme: Simpla by Phu. Blog pada WordPress.com.

sumarah skripsi

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa kata kepercayaan, kebatinan
dan kerohanian itu mempunyai pengertian yang sama, yaitu olah jiwa, olah rasa,
yang berbeda hanyalah istilah kata saja. Ada lagi yang berpendapat bahwa
kebatinan dan kerohanian merupakan penjabaran dari kepercayaan. Disamping itu
ada pula yang membedakan antara pengertian istilah kata tersebut yaitu
kepercayaan adalah sebutan bagi kelompok masyarakat yang mempercayai
adanya Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan hasil cipta, rasa dan karsa manusia.
Kepercayaan juga berarti suatu aliran yang mempunyai paham yang bersifat
dogmatis yang terjalin dengan adat istiadat hidup sehari- hari dari berbagai suku
bangsa yang mempercayai terhadap apa saja yang dipercayai pada nenek moyang.
Untuk arti kebatinan menurut Mr. Wongsonegoro ialah satu kebaktian kepada
Tuhan Yang Maha Esa menuju tercapainya budi luhur dan kesempurnaan hidup.1
Dan arti kerohanian adalah memperhatikan jalan, melalui yang mana roh manusia
sudah lama zaman sekarang ini dapat menikmati kesatuan dengan roh mutlak,
sumber asal dan tujuan roh insani. Terdapatlah kerohanian monistis, menurut
mana roh insani yang di anggap mengalir dari pada Tuhan dialihkan kepada
1 Abd Mutholib Ilyas, Abd Ghofur Imam, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia
(Surabaya: Amin, 1988), 11
2
hakikat Ilahi dengan kehilangan identitasnya sendiri, tetapi dengan partisipasi
pada daya gaib adi-insan. Terdapat pula kerohanian theosentris, dimana roh
tercipta merasa dipersatukan dengan Tuhan Pencipta tanpa kehilangan
kepribadiannya sendiri, entah melalui jalan budi atau gnosis, entah melalui cinta,
bhakti dan tawakkal.2
Arti kebatinan bagi pengikut aliran kepercayaan kebatinan Sumarah yaitu
usaha kesadaran penggalian diri pribadi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan sujud menyembah melalui batin rohani. Menurut mereka
“Kebatinan” di Indonesia ini sejak dahulu kala sebelum agama datang telah
dimiliki oleh bangsa Indonesia, sebab itu kebatinan yang sekarang bernama
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah agama baru. Bukanlah
mereka yang sembahyang dan menyembah atau sujud itu adalah batin atau rohani,
bukan hanya jasmani saja. Kalau dahulu nama kebatinan itu dicemooh atau
ditakuti, karena di anggap aneh sebab mengundang roh-roh, tetapi setelah
seseorang menghayati tehnik Sumarah ini beberapa tahun ternyata dugaan itu
tidak benar, malahan dilarang berhubungan dengan roh-roh. Bukankah roh-roh itu
makhluk Tuhan yang sekarang berupa roh, sekalipun pendiri Sumarah sendiri.
Beliau hanya alat semata-mata dari Tuhan Yang Maha Esa. Alat dalam
2 Rahmat Subagya, Kepercayaan Kebatianan Kerohanian Kejiwaan Dan Agama
(Yogyakarta: Kanisius, 1993), 44
3
menyampaikan petunjuk Tuhan dengan tehnik seperti yang di lakukan oleh kaum
penghayat kepercayaan kepada Yang Maha Esa.3
Paguyuban Sumarah merupakan suatu organisasi kebatinan atau
kerohanian atau kejiwaan yang di antara cirinya yang lain adalah, menurut
penuturan pengikutnya, untuk mencari ketenangan dan ketentraman hidup lahir
maupun batin, jasmani maupun rohani dengan cara menyerahkan seluruh jiwa dan
raganya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atau menyatukan diri manusia dengan-
Nya. Dan juga dalam meditasinya tidak ada gerakan-gerakannya, baik tangan,
kaki, ataupun badan. 4
Menurut pengikut Sumarah hal yang menarik dalam Paguyuban Sumarah
adalah tehnik menyembahnya sangat sederhana, tidak terlalu mempermasalahkan
dengan mempelajari bahasa lain sebab Tuhan mengetahui semua bahasa. Tidak
formalitas dan sebagainya tetapi asalkan batin kita selalu bersih dan pemikiranpemikiran
yang dapat mengganggu rasa penyerahan total. Menghadap kemana
saja dan dimana saja itu dilakukan dan nama apa saja yang di sebut, apakah nama
Tuhan, Allah, god, Gusti, Yang Maha Esa, yang penting harus dapat merasakan
ke-Agungan Tuhan dalam sanubari kita sendiri.5
Berbicara tentang ajaran dari Paguyuban Sumarah sebelumnya kita
ketahui bahwa di dalam ajaran Sumarah ada juga konsep tentang manusia.
3 M. Amin, “Sumarah”, Mawas Diri, 16 (Maret 1982), 15
4 Romdon, Tashawwuf Dan Aliran Kebatinan Perbandingan Antara Aspek -Aspek Mistikisme
Islam Dengan Aspek -Aspek Mistikisme jawa (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1995), 106
5 Amin, Sumarah.........., 16
4
Banyak macam-macam pendapat tentang manusia, seperti pendapat orang-orang
Islam yang mengatakan bahwa manusia adalah jenis makhluk hidup yang paling
sempurna dan istimewa di bumi. Karena di samping ia mampu bergerak, tumbuh
berkembang dan merasakan, ia di karuniai akal pikiran yang dengannya ia dapat
berpikir, mengetahui, berkehendak, dan memilih. Dengan demikian akal- lah yang
menjadikan manusia lebih mulia dari pada makhluk lainnya.6 aliran Sumarah
mempunyai pendapat lain tentang konsep manusia yang juga berbeda dengan
agama-agama lain. Islam pun juga mempunyai tanggapan lain tentang konsep
penciptaan manusia denga n beberapa tingkatan yang sangat sempurna.
Oleh karenanya, upaya untuk mempelajari perbedaan adanya manusia
perlu dikaji dalam pemikiran yang kritis. Dari sini, konsep penciptaan manusia
menurut Sumarah dan Islam menjadi tema penulis.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Dari latar belakang dan Rumusan masalah tersebut di atas, penulis
menyadari bahwa pembahasan dalam skripsi ini masih terlalu umum sehingga
perlu adanya batasan masalah yang nantinya pembahasan dalam skripsi ini
menjadi terfokus dan dapat di ketahui pokok yang akan dibahas. Dari sini
akhirnya dapat diketahui perbedaan dan kesamaan tentang penciptaan manusia
menurut Paguyuban Sumarah dan agama Islam yang juga sama-sama mempunyai
ajaran tentang konsep penciptaan manusia. Untuk penciptaan manusia menurut
6 Mahmudin, Menemukan Kebenaran Islam (Yogyakarta: Gava Media, 2006), 10
5
Islam penulis memaparkan mengenai konsep penciptaan Adam dan manusia
biasa, sedangkan untuk pembahasan konsep penciptaan manusia dalam Sumarah
penulis memaparkan konsep penciptaan manusia biasa karena dalam Sumarah
tidak ditemukan data-data yang membahas penciptaan manusia secara khusus
(Adam, Hawa dan Isa).
C. Rumusan Masalah
Permasalahan pokok yang terkait dengan pembahasan skripsi ini dapat
dibuat perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep penciptaan manusia menurut Sumarah?
2. Bagaimana konsep penciptaan manusia menurut agama Islam?
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan konsep Penciptaan manusia menurut
Sumarah dan Islam?
D. Penegasan Judul
Agar tidak terjadi salah pengertian judul skripsi ini, maka perlu
disampaikan penegasan dari judul “Konsep Penciptaan Manusia Menurut
Sumarah Dan Islam” adapun pengertian kata-kata dalam judul adalah sebagai
berikut:
Konsep : Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret.7
7 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai pustaka, 1997), 519
6
Penciptaan : Proses, perbuatan, cara penciptaan. 8
Manusia : Makhluk ciptaan Allah SWT dengan bentuk yang paling baik
dan paling sempurna atas kebanyakan makhluk lainnya di
dunia.9
Sumarah : Suatu aliran kepercayaan dan kebatinan di Indonesia.10
Islam : Agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan kepada seluruh
manusia melalui Nabi Muhammad S.A.W. sebagai Rasul.11
Jadi yang di maksud judul tersebut adalah mempelajari konsep kejadian
atau penciptaan manusia menurut Sumarah dan Islam.
E. Alasan Memilih Judul
Paguyuban Sumarah adalah suatu aliran kepercayaan dan kebatinan yang
lahir di daerah Yogyakarta dan pernah berkembang di daerah tersebut hingga saat
ini. Di Indonesia Paguyuban Sumarah berdiri dengan dipimpin oleh R. Ng.
Soekirnohartono pada tahun 1935.
1. Sumarah merupakan paguyuban aliran kepercayaan dan kebatinan di
Indonesia yang sangat menarik untuk diteliti dan dikaji tentang bagaimana
konsep penciptaan manusianya, karena konsep penciptaan manusia terdapat
pada salah satu ajaran Sumarah.
8 Ibid, 191
9 Mustofa, Dasar-Dasar Islam (Bandung: Angkasa, 1991), 27
10 Ilyas, Aliran Kepercayaan………., 97
11 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Segi Aspeknya (Jakarta: UI Perss, 1985), 24
7
2. Karena penulis merupakan mahasiswa jurusan Perbandingan Agama yang
mempelajari beberapa agama-agama di dunia termasuk di dalamnya aliran
kepercayaan dan kebatinan termasuk di dalamnya adalah Sumarah.
3. Karena konsep penciptaan manusia menurut Sumarah berbeda dengan konsep
penciptaan manusia menurut aliran kepercayaan dan kebatinan yang lain serta
agama Islam, oleh karena itu sebagai mahasiswa muslim penulis ingin
mengkomparatifkan konsep penciptaan manusia menurut Sumarah dengan
Islam.
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Ingin mengetahui tentang konsep penciptaan manusia menurut Sumarah.
2. Ingin mengetahui tentang konsep penciptaan manusia menurut agama Islam.
3. Ingin mengetahui bagaimana persamaan dan perbedaan konsep penciptaan
manusia menurut Sumarah dan Islam.
G. Telaah Pustaka
Adapun data-data yang diambil dalam penelitian ini bersumber dari dua
jenis data, yakni data primer dan data sekunder. Data primer adalah data-data
yang bersumber dari buku-buku, data dokumenter atau tulisan yang khusus
menjelaskan konsep penciptaan manusia menurut Sumarah dan Islam. Sumber
primer tersebut antara lain :
8
1. Arymurthy, Studi Kepustakaan Tentang Prilaku Hukum Dan Ilmu Sumarah
(Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan,1980). Artikel ini ditulis
oleh generasi penerus pimpinan Sumarah yang berisi tentang konsep manusia,
prilaku hukum, konsep alam semesta, dan konsep tentang kesempurnaan.
2. Harun Yahya, Keajaiban Penciptaan Manusia (Jakarta: Nada Cipta Raya,
2006). Disini mengungkap tentang proses penciptaan manusia menurut Islam
yang terproses dalam rahim wanita, mulai dari masuknya sel telur wanita pada
rahim, masuknya sel sperma laki-laki pada rahim wanita, masuknya sel
sperma pada sel telur, kemudian menjadi zygote yang membelah-belah,
tertanamnya zygote pada rahim, menjadi embrio, kemudian menjadi janin,
hingga bayi siap untuk lahir ke dunia.
3. Hertato Basuki, Paguyuban Sumarah (Semarang: Paguyuban Sumarah, 2007).
Buku ini berisi tentang mempelajari ilmu Paguyuban Sumarah khususnya
ajaran-ajaran pokoknya tentang konsep manusia.
4. M. Amin, “Sumarah”, Mawas Diri, 16 (Maret 1982). Di dalam artikel ini
khusus membahas tentang teologi, ajaran-ajaran pokok Sumarah dan
pandangan orang-orang Sumarah terhadap aliran kepercayaan dan kebatinan
yang lain.
5. Agus Wahyudi, Rahasia Hakikat Diri Manusia Tangga Makrifat Menuju
Insan Kamil (Yogyakarta: Lingkaran, 2007). Di dalam buku ini berisi tentang
definisi manusia, jiwa, ruh, jasad dan asal-usul anak keturunan Adam.
9
6. Agus Mustofa, Bersyahadat Dalam Rahim (Surabaya: Padma Press, 2006).
Dalam buku ini memaparkan tentang penciptaan manusia serta proses
masuknya ruh pada manusia selama manusia berada didalam rahim ibu.
Sedangkan sumber sekundernya adalah data-data yang mendukung
pembahasan, yakni buku-buku atau tulisan tentang konsep penciptaan manusia
menurut Sumarah dan konsep penciptaan manusia menurut Islam. Data-data
sekunder tersebut diantaranya:
1. Bustanuddin Agus, Al-Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993). Buku ini
berisi tentang pengertian Islam, ajaran-ajaran pokok agama Islam dan hukumhukum
Islam.
2. Choiruddin Hadhari, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani,
2005). Dalam buku ini mengungkap sebagian isi atau kandungan yang ada
dalam Al-Qur’an.
3. Rahnip, Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan Dalam Sorotan (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1987). Buku ini berusaha menjawab beberapa persamaan
dan perbedaan teologi, ajaran-ajaran, cara beribadah serta hukum-hukum
antara Paguyuban Sumarah dengan agama Islam.
4. Romdon, Tashawwuf Dan Aliran Kebatinan (Yogyakarta: Lembaga Studi
Filsafat Islam, 1995). Buku ini memaparkan sejarah perkembangan
Paguyuban Sumarah, ajaran-ajaran pokok dalam Sumarah, serta cara
beribadah untuk penyembahan kepada Tuhan.
10
5. Sayid Ni’matullah Al-Jazairi, Dari Adam As Hingga Isa As (Jakarta: Lentera,
2007). Buku ini meceritakan tentang sejarah yang pernah terjadi di dunia
seperti cerita para Nabi-nabi selain Nabi Muhammad.
6. Hamka, Pelajaran Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992). Disini
banyak menjelaskan tentang ajaran-ajaran Islam terutama rukun Islam dan
rukun Iman.
H. Metode Penelitian
1. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa sumber data yang
dijadikan sebagai rujukan untuk menyusun skripsi ini. Adapun sumber data
dalam penulisan skripsi ini berasal dari: Buku-buku yang berkaitan dengan
Paguyuban Sumarah maupun agama Islam dan beberapa referensi lain seperti
jurnal atau majalah Paguyuban Sumarah dan data-data yang berupa artikel dan
video dokumentasi.
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Library Research,
yakni penelitian yang mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan
yang bermacam-macam materi berupa buku-buku, majalah, artikel, vidio
dokumentasi dan lain-lain yang merujuk kepada Paguyuban Sumarah agama
Islam.
11
3. Unit Analisis
Untuk menguraikan suatu masalah yang dapat dikatakan atau dianggap
ilmiah serta mengikuti disiplin ilmu pengetahuan, maka penulis menggunakan
unit analisis sebagai berikut:
a. Induktif adalah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan
ilmu pengetauan ilmiah bertitik tolak dari pengamatan atas hal- hal atau
masukan yang bersifat khusus, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat
umum.12 Misalnya, pembahasan mengenai konsep penciptaan manusia,
penulis memulai dari yang bersifat khusus kemudian
menggeneralisasikan, dengan alasan untuk mempermudah dalam
memahami konsep penciptaan manusia menurut Sumarah dan Islam,
karena pembahasan mengenai konsep penciptaan manusia dalam Sumarah
dan Islam sangat rumit sekali sehingga perlu dijelaskan secara khusus
terlebih dahulu. Inilah yang dimaksud penulis dengan metode induktif.
b. Deduktif adalah suatu cara atau jalan yang dipakai untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan ilmiah yang bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal
atau masalah yang bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan bersifat
khusus.13 Seperti dalam pembahasan mengenai konsep penciptaan
manusia, penulis mengemukakan dari hal- hal yang bersifat umum terlebih
dahulu, kemudian menarik kesimpulan secara khusus. Hal ini bertujuan
12 Sudarto, Metode Penelitian Filsafat (Jakarta : Rajawali, 1997), 57
13 Ibid, 58
12
supaya dapat memahami dengan mudah konsep penciptaan manusia.
Inilah yang dimaksud penulis dengan metode deduktif.
4. Metode Analisis Data
a. Informatif Deskriptif, yaitu memberikan keterangan sesuai dengan data
yang diperoleh. Dalam hal ini penulis menulis data-data tentang
Paguyuban Sumarah dan agama Islam secara obyektif dan apa adanya
sesuai dengan data yang diperoleh baik dari buku-buku, jurnal, artikel,
majalah dan vidio dokumentasi.
b. Metode Historis, menguraikan sejarah berkembangnya suatu aliran dan
agama yang diteliti. 14 Metode ini diterapkan oleh penulis pada bab 2 dan
bab 3, yakni untuk menguraikan sejarah dan perkembangan agama
paguyuban Sumarah agama Islam.
c. Analisis Interpretatif, yaitu pola penyajian dengan menggunakan analisis
untuk mencapai suatu kesimpulan. 15 Metode ini dipakai oleh penulis pada
bab 4 untuk menganalisis data tentang konsep penciptaan manusia
menurut Sumarah dan Islam beserta ajaran-ajarannya. Metode ini
digunakan untuk mengetahui sisi persamaan dan perbedaan konsep
penciptaan manusia menurut Sumarah dan Islam sehingga bisa ditarik
sebuah kesimpulan.
14 Anton Bakker, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta : Kanisius, 1986), 75
15 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah dasar, Metode Tehnik (Bandung :
Tarsito, 1998), 143
13
I. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan. Bab ini memuat: latar belakang masalah, identifikasi dan
batasan masalah, rumusan masalah, penegasan judul, alasan memilih
judul, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode
penelitian dan sistematika pembahasan
Bab II : Seputar Paguyuban Sumarah. Dalam bab ini menguraikan tentang
sejarah dan perkembangan aliran Paguyuban Sumarah, asas, tujuan
dan ajaran-ajaran pokok dalam Sumarah, konsep penciptaan manusia
menurut Sumarah.
Bab III : Seputar Agama Islam. Dalam bab ini menguraikan tentang ajaran
pokok dalam agama Islam, konsep penciptaan manusia dalam Islam.
Bab IV: Analisis. Dalam bab ini akan dikemukakan analisis data tentang
konsep penciptaan manusia menurut Sumarah dan Islam. Diantaranya
badan jasmani, ruh, badan nafsu, perbedaan dan persamaan.
Bab V : Penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.

sumarah

Sumarah adalah filsafat hidup dan suatu bentuk meditasi yang awalnya berasal dari Jawa. Praktek ini didasarkan pada pengembangan kepekaan dan penerimaan melalui relaksasi tubuh, perasaan dan pikiran. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang di dalam diri kita, batin dan kesunyian, yang diperlukan untuk mewujudkan jati diri.


Paguyuban ini berdiri di Yogyakarta pada 8 September 1935. Tercatat sebagai Pendiri dan Guru pertama Sumarah ialah R.Ng. Soekirnohartono, seorang pegawi Kesultanan Yogyakarta (Pak Kino). Penyebaran ajaran kebatinan Sumarah bermula ketika R.Ng. Soekirnohartono merasa menerima wahyu yang diturunkan padanya dari Tuhan YME. Setelah itu ia berkewajiban untuk menyampaikan ajaran sumarah kepada semua manusia.


Pada awal munculnya, Paguyuban Sumarah mengenal istilah Trio Pinisepuh yaitu Pak Kino, Pak Hardo, dan Pak H. Sutadi. Ketiganya mempunyai tugas berbeda namun tetap dalam koridor Sumarah. Pak Kino sebagai pengemban tugas Penerima dan sekaligus penjaga kemurnian Dawuh/Tuntunan Tuhan YME, Pak Hardo bertugas di bidang pendidikan warga dan Pak H. Sutadi sebagai pengembang organisasi.


Sejak tahun 1950, Paguyuban Sumarah membentuk sebuah organisasi. Inti kegiatan Organisasi Paguyuban Sumarah, tak lain mempelajari, mempraktekkan, sekaligus memerdalam ke-sumarah-an bagi seluruh anggotanya melalui bentuk ritual peribadatan rohani dan secara bersama-sama.


Perkembangan selanjutnya, Sumarah juga melahirkan banyak tokoh, baik pusat (sentral) maupun daerah. Tokoh-tokoh itu adalah sebagai berikut:

a. Tokoh sentral Organisasi:
1. Dari tahun 1935 - 1950 : Bp. R. Ng. Soekino Hartono, Pak Suhardo, Pak H. Sutadi
2. Dari tahun 1950 - 1966 : Bp. dr. Soerono ( selaku Pengurus Besar Paguyuban Sumarah)
3. Dari tahun 1966 - 1982 : Bp. Drs. Arymurti (selaku Ketua Umum DPP Pag. Sumarah)
4. Dari tahun 1982 - 1992 : Bp. Brigjen Zahid Husein (selaku Ket.Umum Pag. Sumarah)
5. Dari tahun 1992 - 1997 : Bp. Brigjen Soemarsono(selaku Ket. Umum Pag. Sumarah)
6. Dari Tahun 1997 -.......(kini) : Bp. Ir. Soeko Soedarso (selaku Ket.Umum Pag. Sumarah)
b. Tokoh daerah :
1. Bapak Soewondo (Surakarta) bersama Bapak Sri Sampoerno tokoh penghimpun WNA
2. Bapak Kyai Abdoel Hamid (Banjarsari - Madiun)
3. Bapak May. Purn. Soekardji (Jawa Timur)
4. Bapak Moestar (Gresik)
5. Bapak Sichlan dan Bapak Suyadi ( Ponorogo )

Selain tersebut di atas, menurut sumber yang pemakalah baca, masih banyak tokoh-tokoh lain di paguyuban ini.